LINKQ

Senin, 27 Juni 2011

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ilmu nahwu shorof merupakan ilmu yang mutlak harus dipelajari dan dipahami bagi siapa saja yang ingin mendalami dan mengkaji secara mendalam tentang ilmu pengetahuan agama islam sumber pokoknya Qur’an dan Hadits.
Begitu pula dengan literatur-literatur islam yang berbahasa Arab yang banyak dijumpai sekarang di perguruan-perguruan Tinggi Islam dan pondok-pondok pesantren yang dikenal dengan “kitab gundul” salah satunya adalah kitab tafsir Ibnu Katsir.
Ilmu nahwu shorof adalah merupakan salah satu alat yang pokok untuk memahami kitab-kitab yang ditulis dengan bahasa arab, karena itu diketahui bahwa setiap bahasa mempunyai tata bahasa dan kesastraan masing-masing, begitu pula bahasa arab juga mempunyai tata bahasa sendiri dan kesastraan yang disebut ilmu Nahwu Shorof.
Sebagaimana diketahui biasaanya kitab-kitab yang dipelajari di pesantren adalah kktab-kitab yang ditulis dengan bahasa arab yang tanpa ada tandanya / harokatnya sehingga tidak mudah dibaca dan dipahami, oleh karena itu bila santri atau orang lain yang ingin membaca dan memahami kitab-kitab tersebut maka perlulah terlebih dahulu mempelajari ilmu alatnya yaitu diantaranya yang terpenting adalah ilmu nahwu shorof.
Setiap santri di pesantren-pesantren itu mengetahui bahwa ilmu nahwu shorof merupakan ilmu yang paling utama dipelajari, dikarenakan ilmu nahwu shorof itu merupakan kunci pokok / yang paling utama dipelajari terlebih dahulu dalam membaca atau memahami kitab-kitab yang lain yang mereka pelajari. Sehingga dapat dikatakan semakin pandai dalam menguasai dan membaca kitab-kitab gundul.
Dari permasalahan tersebut, maka penulis ingin menguji sejauh mana peranan ilmu nahwu shorof terhadap kemampuan baca kitab gundul sehingga penulis hendak berusaha melakukan penelitian terhadap maslah ini.
B. Penegasan Judul
Adalah merupakan salah satu keharusan bagi setiap penyusun karangan ilmiyah yang membahas tentang suatu masalah, maka terlebih dahulu memberi penjelasan tentang istilah-istilah yang terdapat dalam judul ini agar tidak terjadi kesimpang siuran serta kesalah pahaman dalam memahaminya.
Adapun judul skripsi ini adalah ““PERANAN PEMBELAJARAN ILMU NAHWU DAN SHOROF UNTUK MENINGKATKAN BACA KITAB TAFSIR IBNU KATSIR DI PONDOK PPESANTREN AL MIZAN LAMONGAN”
1. Peranan adalah “ suatu yang memegang pimpinan yang terutama mengenal terjaninya ”
2. Pembelajaran adalah ” menanamkan pengetahuan kepada anak, suatu aktifitas pengorganisasian atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar mengajar dalam usaha menumbuhkan kegiatan belajar mengajar .

3. Ilmu Nahwu Shorof
Ilmu nahwu adalah : kaidah-kaidah untuk mengenal bentuk kata-kata dalam bahasa arab serta kaidah-kaidahnya dikala berupa kata lepas dan dikala tersusun dalam kalimat ”.
Ilmu Shorof adalah :”ilmu yang membahas hukum-hukum bentuk kalimat bahasa arab dan hal-hal yang bertalian dengan hurufnya, seperti keasliannya, ziyadahnya, shohihnya, mu’talnya dan yang serupa dengan itu ”.
Ilmu Shorof adalah “ ilmu yang untuk mengetahui perubahan-perubahan bentuk kalimat yang bisamenentukan makna kalimat itu ”
4. Meningkatkan
Meningkatkan adalah menambah sesuatu kemampuan supaya menjadi lebih baik daripada sebelumnya.
5. Kitab tafsir Ibnu Katsir
Kitab tafsir yang dikarang oleh Al Imam Al Hafidz ‘Imaduddin Abu Fida’ Ismail Ibnu Katsir Al Qurosyi Ad Damsyiqi
6. Pondok Pesantren
Pondok pesantren adalah “ Lembaga pendidikan islam yang sekurang-kurangnya mempunyai tiga unsur yaitu kyai yang mendidik, santri yang mukim dan pondok/masjid tempat mengaji ” pondok pesantren ialah : suatu system pendidikan dan pengajaran yang mempunyai ciri-ciri tertentu yang dinamakan pondok-pesantren. Jadi bukan sekolah umum yang diselenggarakan oleh P & K atau organisasi-organisasi yang bernaung di bawah P & K dan bukan pendidikan keluarga dan bukan pendidikan diluar pondok-pesantren.
Sedangkan pondok pesantren Al Mizan Lamongan yang menjadi obyek penelitian dalam skripsi ini adalah suatu lembaga pendidikan islam yang lokasinya di daerah kecamatan Lamongan kabupaten Lamongan.
Berdasarkan pengertian istilah di atas maka penulis dapat merangkumkan pengertian secara keseluruhan adalah : suatu penelitian tentang peranan pengajaran ilmu nahwu shorof terhadap kecermatan, kemampuan penguasaan dalam membaca kitab tafsir ibnu katsir yang diajarkan di pondok pesantren Al Mizan Lamongan.
C. Alasan Pemilihan Judul
Didalam penyusunan skripsi ini ada beberapa hal yang mendorong penulis untuk membahas judul tersebut, dikarenakan:
1. Kami tertarik dengan adanya pendapat para Ulama’ yang menyatakan bahwa pelajaran ilmu nahwu shorof adalah merupakan pelajaran yang paling utama dipelajari dikalangan pondok-pesantren, dikarenakan ilmu nahwu shorof ini merupakan suatru alat atau kunci untuk memahami isi Al Qur’an dan Hadits serta kitab-kitab yang ditulis dengan bahasa arab atau dengan tulisan arab yang dikenal dengan kitab gundul. Bahkan ilmu nahwu shorof ini dikatakan sebagai induk dari segala ilmu sebagaimana sebagian Ulama’:
اِعْلَمْ اَنَّ الصَّرْفَ اُمُّ الْعُلُوْمُ وَ النَّحْوُ اَبُوْهَا
“ketahuilah sesungguhnya ilmu shorof itu adalah induk segala ilmu dan ilmu nahwu adalah bapaknya ”
Sehingga dalam kitabnya menyebutkan:
والنحو اولى اولا ان يعلما # اذالكلا م دونه لن يفهما
"Dan ilmu nahwu itu lebih utama diketahui/dipelajari lebih dahulu sebab kalam ( bicara bahasa arab ) tanpa ilmu nahwu tidak bisadipahami ”
2. Adanya hubungan yang erat antara penguasaan ilmu nahwu shorof terhadap penguasaan membaca kitab gundul, semakin orang itu pandai dan menguasai ilmu nahwu shorof maka semakin memahami juga dalam membaca kitab-kitab yang ditulis dengan bahasa arab atau kitab-kitab yang dipelajari dalam pondok pesantren.
3. Pemilihan lokasi di Pondok Pesantren Al Mizan Lamongan
Pondok Pesantren Al Mizan Lamongan sebagai pemilihan dalam penelitian kami karena di pondok pesantren Al Mizan itu belum ada yang mengadakan penelitian dilokasi pondok pesantren ini tentang peranan pengajaran didalam bidang ilmu nahwu shorof terhadap pengusaan kitab gundul. Di samping itu kamu juga pengajar di Pondok Pesantren Al Mizan Lamongan sehingga dapat diharapkan menambah kesempurnaan dalam mengajarkan ilmu dan didalam mengadakan penelitian.
D. Perumusan Masalah
Setelah penulis paparkan tentang latar belakang masalah maka penulis akan merumuskan masalah sebagai berikut:
a) Sejauh mana pembelajaran ilmu nahwu shorof itu mempunyai perencanaan dalam kemampuan dalam baca kitab gundul.
b) Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi santri/siswa dalam membaca dan memahami kitab-kitab gundul.
c) Sejauh mana santri pondok pesantren Al Mizan lamongan dalam menekuni ilmu nahwu shorof.
d) Mengetahui faktor-faktor secara fariabel di antara usaha yang dilakukan oleh para pengajar ilmu nhawu shorof.
E. Tujuan Penelitian
Dalam pembahasan skripsi ini kami mempunyai beberapa tujuan yang tujuan itu ada yang khusus dan ada yang umum, adapun masing-masing tujuan tersebut sebagai berikut:
1. Tujuan Khusus
• Untuk mengetahui sejauh mana peranan pembelajaran ilmu nahwu shorof dalam pemahaman atau penguasaan dalam membaca kitab gundul.
• Untuk mengembangkan pengetahuan kami di bidang ilmu nahwu shorof sehinga dengan penelitian ini kami mengharap dapat menambah pengetahuan sehingga bisamengantarkan dalam memahami kitab-kitab yang berbahasa arab yang sulit untuk dipahami tanpa memahami ilmu alat tersebut.’
• Untuk mengetahui faktor-faktor dengan fariabel manakah diantara yang paling kuat atau dominan terhadap kemampuan santri dalam membaca dan memahami kitab gundul.
2. Tujuan Umum
• Merupakan basic training ( latihan dasar ) dalam menyusun tulisan yang bersifat ilmiyah dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki agar semakin mendalam.
• Sebagai bahan masukan pertimbngan khususnya bagi siswa Madrasah Aliyah Muhammadiyah 9 Lamongan.
F. Metode Pembahasan
Metode yang kami gunakan dalam pembahasan skripsi ini adalah sebagaimana metode-metode yang digunakan dalam penulisan karya ilmiyah ialah metode Indukatif.
Metode indukatif adalah cara membahas suatu masalah denganm cara membandingkan antara pendapat atau data yang satu dengan data yang lainnya, kemudian diambil satu pengertian yang dianggap lebih cocok dan lebih baik.
G. Sistematika Pembahasan
Secara keseluruhan pembahasan skripsi ini dibagi menjadi bagian teoritis dan bagian empiris yang diatur dengan sistematika sebagai berikut.
Pada awal pembahasan kami cantumkan Bab Pertama sebagai Pendahuluan, dan didalam bab ini dibahas hal-hal yang dapat mengarah dan hubungan dengan bab-bab berikutnya, karena hubungan bab pasti dengan bab yang lainnya merupakan satu kebulatan yang tidak bisadi pisah-pisah.
Adapun pembahasan dalam Bab Pendahuluan nini meliputi, Latar Belakang Masalah, Penegasan Judul, Alasan Memilih Judul, Tujuan Penelitia, Metode Pembahasan.
Selanjutnya dalam bab kedua dibahas tentang ilmu nahwu shorof dan kitab gundul. Dalam bab ini terdiri dari tiga bab pembahasan.
Sub a tentang ; Pengjaran Ilmu Nahwu Shorof , Sub b tentang ; Mengenal Kitab Tafsir Ibnu Katsir yang terdiri dari ; Pengertian kitab Tafsir Ibnu Katsir, sub c tentang ; peranan pembelajaran ilmu nahwu shorof dengan pemahaman dalam membaca kitab Gundul.
Kemudian pada bab yang ketiga ini mencangkup tentang ; strategi Penelitian, Metode Pengumpulan Data. Kemudian pada bab empat akan disajikan data hasil penelitian yang meliputi ; data mengenai pengajaran ilmu nahwu shorof dan data prestasi para santri dalam hal membaca kitab gundul. Dalam bab ini pula dilakukan analisis data sekaligus pembahasannya.
Skripsi ini akan ditutup bab lima yakni ; Kesimpulan dan Saran-saran yang berisi butir-butir kesimpulan dari hasil pembahasan dan analisis terhadap data, selanjutnya diakhiri dengan beberapa saran untuk berbagai pihak yang berkepentingan terhadap hasil penelitian ini.









BAB II
ILMU NAHWU SHOROF DAN KITAB GUNDUL
A. Pengajaran Ilmu Nahwu dan Shorof
1. Pengertian Pengajaran Ilmu Nahwu dan Shorof
Sebagaimana dalam bab pendahuluan tentang pengajaran ilmu nahwu shorof maka yang dimaksud ilmu nahwu adalah :
“ Usaha guru kepada muridnya untuk membentuk kecerdasan dan ketangkasan anak serta menyumbuhkan kegiatan belajar mengajar yang sekaligus menjadi proses belajar mengajar tentang ilmu nahwu shorof Qowaidun Nahwiyah dan Qowaidus Shorfiyah yakni kaidah-kaidah bahasa arab .
Pada definisi diatas dapat kita lihat bahwa pengajaran adalah usaha guru kepada muridnya dalam rangka membentuk atau menjadikan muridnya supaya menjadi murid yang cerdas dan tangkas karena dengan adanya usaha itulah murid akan mengetahui tentang apa yang dipelajari.
Untuk lebih luasnya tentang pengertian mengajar , marilah kita simak bersama definisi yang telah diberikan para ahli sebagaimana dibawah ini :
a) Mengajar adalah : menanamkan pengetahuan pada anak
b) Mengajar adalah : menanamkan kebudayaan pada anak
c) Mengajar adalah : “ Menanamkan kebudayaan atau suatu aktifitas pengorganisasian atau mengatur lingkungan pada anak sehingga terjadi proses belajar mengajar ”.
Definisi a, b, c, ini kalau ada sedikit kepribadian dimana pada definisi a, tujuan mengajar itu adalah memberikan penguasaaan pengetahuan pada anak didik, dimana anak itu di anggap pasif dan pengajaran ini bersifat teacher centered.
Sedang definisi b, ini memang hampir sama dengan definisi a karena yang diinginkan adalah anak-anak supaya mengenal kebudayaan bangsanya itu juga pengetahuan.
Kemudian pada definisi c, mengajar adalah suatu usaha guru yaitu mengatur lingkungan sehinga terbentuklah suasana yang sebaik-baiknya bagi anak didik untuk belajar, yang belajar itu adalah anak sendiri sedang guru hanya membimbing.
Dari definisi tersebut diatas, ada perbedaan tetapi tidak begitu jauh, kemudian penulis mengambil definisi c, sebab pada definisi ini penulis anggap lebih sempurna dan lebih luas dibandingkan dengan definisi a dan b sehingga pada definisi ini penulis peroleh beberapa kesimpulan tentang mengajar.
Mengajar berarti membing aktifitas anak, atau membimbing pengalaman anak dan mengajar juga membantu anak berkembang dan menyesuaikan diri pada lingkungan.
Dari beberapa keterangan definisi diatas, maka kita sudah tahu dan paham tentang mengajar. Sedangkan pengertian ilmu nahwu shorof akan penulis jelaskan di bawah ini :
Ilmu nahwu (Al Qowaidin Nahwiyah) adalah : ilmu tata bahasa arab dengan ilmu ini kita bisamenyusun bahasa arab yang benar dan mengerti kalimat-kalimat bahasa arab yang kita baca atau kita dengar, sebaliknya tanpa ilmu nahwu shorof maka kita tidak mungkin mengerti tentang maksud tujuab kalimat-kalimat bahasa arab dan tidak dapat pula menyusun kalimat-kalimat arab, dengan ilmu ini mengandung bab-bab dan fasal .
Ilmu shorof (Al Qowaidus Shorfiyah) adalah : ilmu yang membahas hukum-hukum bentuk kalimat bahasa arab dan hal-hal yang bertalian dengan hurufnya, seperti keasliannya, ziyadahnya, shohihnya, mu’talnya dan yang serupa dengan itu .
Ada juga yang mengatakan bahwa ilmu itu artinya pelajaran dan shorof asal artinya ialah memalingkan, tapi yang terkenal dengan urusan bahasa arab ialah suatu ilmu yang menerangkan hal memalingkan suatu kalimat kebeberapa rupa dan sifat buat menghasilkan beberapa makna . Sehingga ilmu nahwu shorof merupakan dua ilmu yang sejoli dalam arti tidak boleh dipisah-pisahkan karena saling melengkapi, ibarat ilmu nahwu sebagai bapaknya, ilmu shorof sebagai ibunya yang perjodohannya akan menimbulkan ilmu-ilmu agama yang lain.
2. Kepentingan Mempelajari Ilmu Nahwu Shorof
Sebagaimana kita telah ketahui bahwa ajaran agama islam itu sumber pokoknya adalah dari Al Qur’an dan Hadits Rosululloh SAW, kedua sumber itu menggunakan bahasa arab. Maka setiap orang islam yang bermaksud mempelajari sampai mengerti dan menguasai bahasa arab dengan segala tata bahasanya seperti ilmu nahwu shorof serta kesastraannya yakni : Ma’ani, Bayan, badi’, hal semacam ini memang disebutkan dalam qoidah ushul :
مَا لاَ يُتِمُّ الوَاجِبُ ِالاَّ بِهِ فَهُوَوَاجِبٌ
Artinya: “ setiap perkara yang tidak sempurna mengerjakan sesuatu maka hal itu wajib pula ”.
Dan sebelum belajar bahasa arab yang lain, maka terlebih dahulu harus mempelajari ilmu-ilmu nahwu shorof dulu, karena kedua ilmu ini merupakan sumber pangkal tata bahasa, sebagaimana diketahui oleh sebagian Ulama’:
اِعْلَمُ اَنَّ الصَّزْفَ اُمُّ الْعُلُوْمُ وَالنَّحْوُ اَبُوْهَا
Artinya: “ketahuilah sesungguhnya shorof itu induk segala ilmu dan nahwu adalah bapaknya ”.
Ilmu shorof dikatakan sebagai induk dari segala ilmu, karena ilmu nahwu ini mengatur susunan kata dalam kalimat, sehingga susunan kalimaat itu benar dan bisa dipahami oleh orangn lain.
Adapun secara terperinci akan dapat diketahui sangat pentingnya kedua ilmu ini baik nahwu (qoidah Nahwiyah) maupun shorof (qoidah Shorfiyah).
Penggunaan ilmu nahwu dalam menyusun kalimat jika salah baca maka akan menimbulkan salah makna juga. Kesalahan-kesalahan ini sering terjadi karena literatur-literatur arab itu tidak berharokat yang kita kenal dengan kitab gundul.
Dan perlu kita ketahui bersama bahwa pada dasarnya tulisan berbahasa arab itu tidak menggunakan harokat sebagaimana pada kitab suci Al Qur’an, akan tetapi justru tanpa harokat sebagaimana pada kitab-kitab gundul, surat kabar, majalah dan lain-lainnya semuanya tidak mengunkan harokat, itulah tampaknya yang menjadi kendala paling besar bagi orang-orang non arab untuk dapat memahami teks-teks berbahasa arab .
Mengingat hal ini apakah santri, pelajar atau mahasiswa/mahasiswi Indonesia khususnya yang menganut agama islam akan mengabaikan ilmu-ilmu ini? Padahal nantinya dia sebagai seorang kyai atau sarjana-sarjana yang ahli dalam bidang agama dan ahli dalam bidang islam dia sebagai calon guru atau dosen bahasa arab. Begitu pula ilmu shorof sangat penting sekali penggunaannya dalam bahasa arab sebagaimana dalam buku “Amtsilatut Tashrifiyah” tersebut kita bisamengetahui makna-makna mufrodatnya tak terhingga yang diketahui ; melalui ilmu shorof seperti dibawah ini :
Menghitung حسب – يحسب – حسبا – حِسَا بًا
Menyangka حَسِبَ – يحسب – حُسْبَا نًا
Berketurunan Mulia حِسِبَ – يَحْسُبُ – حُسْبًا

Khutbah خَطَبَ – يَخْطُبُ - حُطْبَةً
Melamar خَطَبَ – يَخْطُبُ - خِطْبَةً
Menjadikan عَا دَ – يَعُوْدُ - عَوْدَةً
Mengembalikan اَعَا دَ – يَعُوْدُ- اِعَا دَةً
Dari sebagian contoh kecil diatas dapat penulis simpulkan bahwa tanpa mendalami ilmu shorof pasti akan terjadi kesalahan memnaca kata-kata dengan kesalahan-kesalahan tesebut, maka juga akan salah dalam memahami makna seperti contoh dalam ayat berikut :
          
"Aku sampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan Aku memberi nasehat kepadamu. dan Aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui "
Dalam ayat tesebut jika kalimat (اَعْلَمْ) dibaca dan dianggap sebagai isim tafdlil maka maksudnya akan berubah dan menjadi besar. Padahal lafadh tersebut bukan isim tafdlil melainkan fi’il mudhori’ yang artinya dari fi’il mudhori’ adalah : “ saya tahu “ . dengan demikian akan terjadi kesalahan besar. Hal –hal semacam inilah yang menjadikan pentingnya untuk mempelajari ilmu shorof baik yang menjelaskan perubahan Tashrif/perubahan kata-kata, baik secara ishtilahi bagi mujarrod maupun mazid begitu pula tashrif lughowi bagi seluruh sighot yang telah diberi tashrifnya.



3. Metode Pengajaran Ilmu Nahwu Shorof terhadap Kemampuan Baca Tafsir Ibnu Katsir
Metode adalah alat yang sangat penting dekali didalam kita melakukan segala tindakan, metode berarti suatu cara kerja yang sistematika dan umum .
Sedangkan dalam kamus umum Bahasa Indonesia oleh W.J.S Poerdarminta, metode diartikan cara yang telah diatur dan berfikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud .
Dari definisi diatas, maka bila kita melakukan segala sesuatu yang ingin berhasil dengan baik dan memuaskan maka sedah barang tentu kita tidak melas menggunakan metode atau cara, karena penulis mempercayai keyakinan suatu tindakan tanpa menggunakan metode, maka menghasilkan sesuatu yang kurang baik bahkan tiudak baik dan memang mereka melakukan dengan tindakan yuang tidak sesuai.
Sebagian orang yang berkewajiban melakukan tugas, maka dirinya dituntut agar menanggung kewajiban itu sepenuh tanggung jawab, sedangkan setiap kewajiban tidak lepas dengan tugas-tugas yang dilakukan. Ahar tujuan itu dapat dicapai dengan tepat dan cepat serta meyakinkan, maka perlu adanya cara atau metode yang serasi dan yang sesuai, sehingga dengan metode atau cara tadi maka akan sampai pada sasaran yang hendak kita tuju dan meyakinkan.
Sedangkan untuk mencapai pengajaran ilmu nahwu shorof supaya berhasil dengan baik dan memuaskan maka perlu juga adanya metode yang tepat, cara teoritis, metode pengajaran nahwu shorof ini ada dua macam :
1. Metode Induksi (الطَّرِيْقَةُ الاِ سْتِقْرَا نِيَةِ)
2. Metode Dedukasi (الطَّرِيْقَةُ ا لْقِيَا سِيَةِ)
1. Metode Induksi
Metode ini lazim disebut Atthoriqul Istibatiyah (الطَّرِيْقَةُ الاِ سْتِنْبَا طِيَةِ) atau Attoriqul Istintahiyah (الطَّرِيْقَةُ الاِ سْتِنْتَا حِيَةِ) yaitu suatu cara penyampaian penjelasan ilmu dengan jalan menjelaskan beberapa contoh-contoh kecil satu persatu yang pada akhirnya diambil kesimpulan atau keputusan-keputusan secara umum.
Berfikir dari cara-cara yang kongkrit kearah abstrak dari contoh-contoh kaidah-kaidah Juziyah (الْجُزْئِيَةِ) kepada kulliyah (الْكُلِّيَةِ) .
a) Thoriqatul Amtsilah Tsumma Al Qoidah
Yaitu cara pengajaran dengan memberi contoh-contoh kemudian pada akhirnya ditarik suatu kesimpulan atau Qoidah umum .
Cara penyampaian atau penjelasan metode ini ialah:
 Guru menyampaikan contoh sebanyak-banyaknya materi pelajaran yang akan disampaikan kepada santri atau murid sebelum pelajaran dimulai. Hendaknya guru membuat contoh-contoh yang banyak dan menarik serta menggunakan bahasa yang mudah sehingga santri atau murid dengan mudah menerimanya.
 Guru memberikan perbandingan untuk mengetahui tentang persamaan dan perbedaannya kemudian akhirnya dengan pengeterapan dalam bentuk kalimat.
 Guru menarik kesimpulan dalam kaidah dan hendaklah menarik kesimpulan itu dengan perantaraan santri itu sendiri, diusahakan dapat menarik kesimpulan sendiri. Itulah yang lebih baik bagi mereka dan lebih mantap dalam pemahaman mereka.
 Guru menulis qoidah yang telah disimpulalkan diatas papan tulis dengan disertai adanya perbaikan sesuatu yang memerlukannya.
 Guru menyuruh murid membuat beberapa contoh dalam beberapa bentuk dari susunan mereka sendiri dan bentuk susunan itu harus berbeda-beda antara yang ke- satu, dua dan seterusnya.
b) Thoriqatun Nashush Tsumma Qoidah Wal Amtsilah
Cara ini masih seperti diatasnya yakni : Dari yang khusus ke yang umum, hanya santri setelah tahu tentang apa yang telah disimpulkan pada qoidah itu dan dilakukan hal-hal sebagai berikut:
 Guru mengemukakan beberapa kata kepada santri atau murid agar dengan kata-kata itu mereka membuat kalimat sempurna dengan susunan kalimat yang sesuai dengan qoidah-qoidah yang dipelajari.
 Guru mengemukakan beberapa kata dalam contoh kemudian menyuruh santri atau murid agar dengan kata-kata itu mereka membuat kalimat sempurna dengan susunan kalimat yang sesuai dengan qoidah-qoidah yang dipelajari.
 Guru memberikan beberapa contoh kalimat kemudian menyuruh santri atau murid mengeluarkan kalimar tersebut , segala sesuatu yang bertalian dengan qoidah atau tashrif itu, dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Contoh-contoh itu harus dalam bentuk kalumat mufidah ( sempurna ) karena kata-kata saja tidak jelas pengertian yang sebenarnya itu hanya dikatakan kalimat fi’il, isim atau huruf, kecuali telah tersusun dengan sempurna. Begitu juga tidak bisa di ‘irobi rofa’, nashob jer kecuali telah tersusun dalam kalimat.
2) Hendaklah contoh itu banyak dan sesuai dengan keadaan mempunyai arti yang hakiki dan hendaklah contohnya itu yang jelas.
3) Dalam mengajarkan ini hendaklah dikombinasikan antara metode ceramah dengan metode analogi atau qiyas dengan pengertian, guru menjelaskan dahulu dengan metode ceramah kemudian setelah menyimpulkan qoidah maka guru memberikan beberapa contoh untuk mengeterapkan qoidah-qoidah yang disebut metode kombinasi/campuran.
4) Qoidah yang disimpulkan santri atau murid harus tersusun baik dan jelas.
5) Guru harus mengikuti pelajaran dengan pengeterapan yang diberikan dengan latihan untuk dicatat dalam buku dan hendaklah diperhatikan pengoperasiannya.
6) Dalam mengajarkan guru tidak boleh menjelaskan hal-hal yang jarang / janggal karena hal itu akan menyulitkan.
2. Metode Dedukasi
Metode ini disebut ( الطَّرِيْقَةُ الْقَا عِدَةُ ثُمَّ الاِ مْثِلَةِ) metode ini merupakan kebalikan dari metode Istiqraiyah ( الاِ سْتِقْرَا نِيَةِ) yakni guru menyampaikan penjelasan dengan cara menyampaikan qoidah secara umum kemudian dari qoidah tersebut dijelaskan contoh-contoh kecil atau dari kulliyah-kulliyah kejuz’iyah.
Seperti contoh: Qoidah isim fa’il, bisa dibaca rofa’ apabil tidak ada amil yang masuk padanya, merupakan qoidah umum dari ini kemudian diberikan contoh-contoh secara khusus misalnya:
كَتَبَ مُحَمَّدٌ , قَرَأَ عَلِىُّ الدَّرْسَ , اَكَلَ اَحْمَدُ الْفَا كِهَةُ
Lafadh ( محمد , على , احمد) itu dibaca rofa’ karena latadh-lafadh tersebut menjadi fa’il dan sunyi dari amil, begitu seterusnya murid-murid disuruh membuat contoh sendiri untuk melatih diri secara berulang-ulang sehingga benar dan mengerti.
Metode ini punya cirri khas yaitu menghafalkannya aturan-aturan granatika atau rule grammer atau sejumlah kata-kata tertentu. Kata-kata tertentu ini kemudian dirangkaikan menurut tata bahasa sehingga kegiatan ini merupakan pengeterapan qoidah-qoidah tata bahasa.
Dalam metode ini guru tidak boleh mengajar bahasa tetapi ini banyak mengisi jam pelajaran dengan bahasa, pengetahuan tentang qoidah-qoidah tata bahasa lebih penting kemahirannya untuk menggunakannya.
Dari keterangan metode tadi : metode induksi dan metode Dedukasi ini sudah cukup jelas bila kita lihat dari segi cara pengajaran teoritis.
Kemudian dibawah ini penuli juga diberikan tentang metode-metode pengajaran ilmu nahwu shorof yang lebih diberikan oleh para ahli sebagai berikut :
Pada pelajaran ilmu nahwu shorof santri mulai dengan cara menghafal kata-kata arab serta artinya dalam bahasa Indonesia atau menghafal yang 14 ( empat bels ) dan tashrif 9 ( sembilan ) yaitu tashrif dasar, isim fa’il, dan lain sebagainya .
(هُوَ) يَقْعُلُ (اَنْتَ) تَقْعَلُ (اَنَا) اَفْعُلُ
(هُمَا) يَعُلاَنِ (اَنْتُمَا) تَفْعُلاَنِ (نَحْنُ) نَفْعُلُ
(هُمْ) يَفْعُلُوْنَ (اَنْتُمْ) تَفْعُلُوْنَ
(هِىَ) تَفْعُلُ (اَنْتِ) تَفْعُلِيْنَ
(هُمَا) تَفْعَلاَنِ (اِنْتُمَا) تَفْعُلاَنِ
(هُنَّ) يَفْعُلْنَ (اَنْتُنَّ) تَفْعُلْنَ
Sedang tashrif yang sembilan yaitu:
فَََََعَلَ – يَفْعُلُ-فَعْلاً- وَمَفْعَلاً – فَهُوَ فَا عِلٌ – وَذَكَ مَفْعُوْلٌ – اِفْعَلْ – لاَ تَفْعَلْ – مِفْعَلٌ 2 مَفْعَلٌ
Murid-murid atau para santri menghafal tashrif diatas dengan senang gembira, meskipun belum ada artinya akan tetapi lama kelamaan mereka akan tahu dan akan bisa ditashrifkan kata-kata seperti fi;il madhi, fi’il mudhori’ dan sebagainya.
Apabila mereka mengambil satu kata maka dengan mudah mereka akan mentashrifkannya akan tetapi ada sebagian dari mereka kata-kata tashrif itu tidak difahami dalam kalimat, melainkan dalam kata-kata saja yang sudah dihafal dimulut, tetapi belum bisa mengeterapkan dalam kalimat dengan demikian pelajaran yang kurang hidup. Sedangkan menurut metode baru sekarang kata-kata baru tashrif itu harus diajarkan dulu dalam kaliumat baru, kemudian santri santri disuruh memprgunakan pada kalimat menghafalkan kata-kata dengan sendirinya akan membosankan santri atau murid, sehingga tidak menarik hatinya, oleh sebab itu kata-kata tashrif harus difahami dulu dalam kalimat dengan demikian pelkajaran itu akan menjadi hidup dan baik.
Sedangkan metode pengajaran ilmu nahwu shorof dengan membaca matan kitab yang berbahasa arab kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia yang diterjemahkan kata-kata dan sesudah itu barulah diteruskan maksudnya atau diterangkan maksudnya atau artinya sehingga dengan demikian cara mengajar itu ada tiga tingkatan yaitu :
1. Membaca matan dalam bahasa arab
2. Menterjemahkan kata demi kata kedalam bahasa Indonesia atau daerah
3. menerangkan maksudnya atau maknanya biasaanya dipentingkan mempelajari ilmu nahwu shorof itu tentang tashrifnya atau definisi-definisinya misalnya:
 Apakah kalam itu?
 Apakah Fi’il itu?
 Apakah lafadh itu?
Dan seterusnya sampai semua tashrif yang ada dihafalnya.
Dari beberapa contoh diatas santri atau murid berusaha menghafalkan tashrif-tashrifnya sebagai berikut : kalam ialah:
الْكَلاَ مُ هُوَ اللَّفْظُ الْمُرَكَّبُ الْمُفِيْدُ بِا لْوَضْعِ
Artinya : kalam ialah lafadh yang tersusun dan mempunyai arti yang sempurna .
Atau kalimat adalah lafadz yang tersusun memberi pengertian dengan disengaja ( dengan susunan bahasa arab ) contoh : الْبَيْتُ كَبِيْرٌ rumah itu besar dan juga قَا مَ الاُ سْتَا ذُ bapak guru telah berdiri .
الْفِعْلُ هُوَ كَلِمَةُ دَلَّتْ عَلَى مَعْنَى فِى نَفْسِهَا وَقَتَرَنَتْ بِزَمَا نٍ وَضْعًَا
Artinya : fi’il ialah kalimat yang mempunyai sesuatu makna mandiri dan dalam pelatakannya itu tergantung pada waktu (zaman). Fi’il ialah kata kerja .
Contoh kalam :
تَعَلَّمَ مُحَمَّدٌ الْعَرَبِيَةََ # نَجَحَ الْمُجْتَهِدُوْنَ فِى الاِ خْتِبَا رِالَّدوْرِ الاَ وَّلِ
- Muhammad belajar bahasa arab
- Murid-murid yang rajin itu lulus dalam semester pertama
Contoh fi’il:
Sudah menulis َكَتَب
Sedang/akan menulis يَكْتُبُ
Sudah membaca قَرَأَ
Sedang/akan membaca يَقْرَأُ
Lafadz ialah:
هُوَ صَوْتُ مُشْتَمِلٌ عَلَى بَعْضِ الْحُرُوْفِ الْهِجَا ئِيَةِ الَّتِى اَوّلُهَا الاَ لِفُ وَ اَخِرُهَا الْيَاءُ
Lafadz ialah suara yang mengandung huruf yang diawali alif dan diakhiri dengan ya’ .
Contoh : جَلَسَ
Dari lafadz tersebut terkandung tiga huruf yaitu ج – ل – س dan juga akan mempunyai arti لَفْظًا اَوْ تَقْرِيْرًا
I’rob ialah:
هُوَ تَغْيِيْرُ اَوَاخِرِالْكَلِمِ لاِ خْتِلاَ فِ الْعَوَامِلِ الدَّخِلَةِ عَلَيْهَا
Perubahan akhir kalimat karena beda-bedanya amil yang masuk memerintah, baik lafadz atau taqdirnya .
Contoh perubahan lafadz:
جَاءَ زَئِدٌ
رَاَيْتُ زَيْدًا
مَرَرْتُ بِزَيْدٍ
Contoh yang berubah taqdirnya:
يَخْشَ: لَنْ يَخْشَ لَمْ يَخْشَ
الفْتَىَ : جَاءَ الْفَتَى رَاَيْتُ الْفَتَى مَرَرْتُ بِا لْفَتَى
Lafadz : لَمْ – لَنْ – مَرَرْتُ – رَاَيْتُ – جَا ءَ namanya amil yang merubah akhir kalimatnya .
Dihafalkan itu betul-betul hafal maka lama kelamaan akan mudah untuk menerangkan dan menghafalkan itu menguatkan pemahaman halo yang dihafal seperti : Al Jurumiyah, Imrithi Alfiyah Ibnu Malik dan kitab-kitab nahwu semacam itulah banyak santri yang hafal sehingga apabila santri itu ditanya mereka akan mudah menjawabnya.
Dari dari beberapa metode diatas dapat kita lihat dan kita bandingkan metode mana yang lebih sesuai atau cocok didalam materi pelajaran nahwu shorof.
4. Tujuan pengajaran Ilmu Nahwu shorof
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa Al Qur’an dan Al Hadits Muhamad SAW adalah sumber hukum yang berbahasa arab, oleh karenanya setiap orang islam yang bermaksud mempelajari ajaran islam adri sumber tersebut berkewajiban pula mempelajari sampai mengerti dan menguasai bahasa arab dengan segala tata bahasanya yaitu hal yang semacam ini sesuai dengan qoidah fiqih:
مَا لاَ يُتِمُّ الْوَاجِبُ اِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
Artinya: setiap perkara yang tidak sempurna mengerjakannya susuatu kecuali dengan sesuatu hal maka sesuatu itu wajib hukumnya .
Dan dalam qoidah lain juga disebutkan:
الْحُكْمُ لِلْمُقَا صِدٍِ حُكْمٌ لِوَاسَا ئِلِهَا
Hukum bagi tujuan menjadi hukum juga bagi wasilahnya
Sesuatu yang diwajibkan maka hukum mengerjakannya juga wajib .
Ilmu nahwu shorof merupakan alat untuk mengetahui arti dan maksud didalam memahami dan mempelajari Al Qur’an dan As Sunnah. Karena tanpa ilmu nahwu shorof maka akan sulit bahkan salah besar didalam kita mengartikannya.
Menurut Akrom Al Malebey dalam bukunya “ pengajaran Bahasa Arab “ mereka menyebutkan tentang tujuan mempelajari ilmu nahwu shorof sebagai berikut:
a) Menguasai seluk beluk kata, serta pengaruh perubahan bentuk terhadap fungsi dan arti kata.
b) Mampu memahami arti dari setiap kata dan setiap perubahan bentuk secara pasti dan benar serta mampu membuat bentuk-bentuk kata yang benar untuk menggunakan bahasa arab didalam berbicara maupun mengarang .
Sedang mempelajari ilmu nahwu mampu mengemukakan tujuannya sebagai berikut:
1. Mampu mengetahui fungsi setiap kata dalam kalimat dan mengetahui pengertian keseluruhan kalimat secara tepat dan cepat.
2. mampu menguasai kalimat yang benar secara grammatikal dalam menggunakan bahasa tertulis atau lisan untuk mengutarakan pikiran/perasaan .

B. Kemampuan Baca kitab Tafsir ibn Katsir
1) Pengertian kitab gundul
Sebelum penulis memberikan beberapa pendapat tentang pengertian kitab gundul yang diberikan oleh ahli, maka penulis utamakan tentang usul dari panggilan kitan gundiul itu sendiri bahwa pada mulanya masyarakat pesantren tampaknya tidak mengerti kenapa kitab-kitab yang mereka kaji dan mereka pedomani/buat pedoman disebut orang kitab gundul . Namun istilahb kitab gundul ini kini telah semakin memasyarakat baik diluar maupun dalam pesantren itu sendiri.
Menurut Prof. Dr. Ali Yafie bahwa kitab gundul ialah :” kitab yang ditulis atau yang dicetak dengan huruf arab atau melayu atau jawa atau yang lainnya tanpa memakai harokat/syakal dan karenanya juga disebut kitab gundul .
Kemudian tenta ng isi yang disajikan dalam kitab gundul hamper selalu terdiri dari dua komponen ; pertama komponen matan dan lainnya adalah syarah. Matan adalah isi yang akan dikupas oleh syarah. Menurut lazimnya matan diletakkan diluar garis segi empat yang mengelilingi syarah.
Ciri-ciri lain biasaanya dengan system kurasan dimana lembaran-lembarannya dapat dipisah-pisahkan sehingga lebih memudahkan pembaca untuk menelaahnya tanpa membawa semua tubuh kitab kadang mencapai ratusan halaman.
Memang beragam jenis kitab gundul itu banyak jumlahnya, namun yang menjadi pembahasan disini adalah kitab gundul yang beredar dari beberapa uraian dan definisi tentang kitab gundul diatas, maka sekarang kita akan tahu apa yang dikatakan kitab gundul.
2) Penyelenggaraan Pengajian Kitab Gundul di Pondok Pesantren
Dalam penyelenggaraan kitab gundul di pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan islam dan dengan adanya perkembangan serta untuk menyesuaikan kemampuan bagi para santri. Santrinya / para siswanya dalam mempelajari kitab-kitabnya. Maka hal ini ada dua cara penyelenggaraan pengajian yaitu:
a) Penyelenggaraan denga cara tradisional
b) Penyelenggaraan pengajian kitab pada pondok pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formal.
Adapun pengajian kitab gundul pada pondok pesantren tradisional ini ada beberapa cara yaitu dengan system bandongan , sorongan, wetonan.
Penyelenggaraan pengajian kitab gundul di pondok pesantren tradisional ini tidak mempergunakan system kalsikal dan memang banyak ragam kitab-kitab yang digunakan mulai kitab –kitab yang sederhana seperti: safinatun najah, Al Ajurumiyah, Jholasoh nurul Yakin, Taqrib.
Sampai pada kitab-kitab yang besar seperti : Alfiyah Ibnu Malik, Fathul Wahhab dan sebagainya. Pengajaran tersebut diatas pada umumnya dipergunakan system non klasikal yaitu baca terjemah dengan memperhatikan kedudukan pada tiap kata pada kalimat.
Adapun metode yang digunakan sebagaimana diatas yaitu:
1. Metode Sorongan
Adapun metode sorongan adalah : santri menghadap seorang guru demi seorang dengan membawa kitab yang akan dipelajari. Kiranya membacakan kitab berbahasa arab dipelajari kalimat demi kalimat kemudian menterjemahkannya dan menerangkan maksudnya. Santri menyimak dan mengesahkannya (istilah jawa ngesahi/memberi makna). Sedangkan memberi catatan pada kitabnya mensyahkan bahwa ilmu itu telah diberikan oleh kyai.
Adapun istilah sorongan “ berasal dari kata sorong” yang berarti menyodorkan kitabnya dihadapan seorang kyai atau pembantunya .
Pengajian kitab gundul di pondok pesantren didalam menggunakan metode ini merupakan pelimpahan nilai-nilai sebagai proses di pesantren berlangsung amat intensif.
Metode sorongan ini dalam dunia modern dapat disamakan dengan istilah “tutorship” metode ini diakui paling intensif karena dilakukan seorang demi seorang dan ada kesempatan Tanya jawab langsung antara santri dan kyainya atau murid dengan gurunya.
Dalam bentuk asli cara belajar pada pokok pesantren dengan menarik sekali dituliskan oleh kyai H. Abu Bakar Aceh sebagai berikut:
Guru atau kyai dalam hal itu biasaanya duduk diatas sepanjang sajadah atau sepotong kulit kambing atau kulit biri-biri, dengan sebuah atau dua buah bantal dan beberapa jilid kitab disampingnya yang diperlukan sedang murid-muridnya duduk mengelilinginya ada yang bersimpuh ada yang bertopang dagu bahkan ada yang telungkup setengah berbaring sukanya mendengarakan sambil melihat lembaran kitab dibacakan oleh gurunya. Sepotong pensil muridnya menuliskan catatan dalam kitabnya yang gundul tidak berbaris itu menterjemahkan dan memberikan keterangan yang perlu, maka dipersilahkan seorang murid membacakan matan, lafadz yang sudah diterangkan itu. Dengan demikian murid-murid terlebih dalam pimpinan gurunya tidak saja dalam mengartikan nasehat-nasehat arab itu, tetapi juga dalam membaca bahasa arab itu dengan mempergunakan ilmu bahasanya atau nahwu. Dengan demikian ini dilakukan bergilir-gilir dari pagi sampai petang yang diakui oleh para muridnya yang berkemampuan tinggi untuk mempelajari kitab sampai tamat dibacanya .

2. Metode Wetonan
Kata ini berasal dari bahasa jawa “ weton” penyelenggarannya pengajian kitab dengan metode ini tidak dilakukan setiap hari akan tetapi dilakukan setiap lima hari sekali berdasarkan pasaran .
Metode wetonan ialah metode kuliyah dimana para santri mengikuti dengan duduk di sekeliling kyai yang menerangkan pelajaran secara kuliyah, santri menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan padanya.
3. Metode Bandongan
Kata ini diambil dari bahasa arab “ halaqoh” maksudnya santri menerima ilmu dari kyai seperti kalanya sorongan, akan tetapi penyelenggaraannya dilakukan secara bersama seperti kalanya kuliyah atau kyai membaca kitab, sedang santri mendengarkan kuliyah sambil menyimak mana materi yang diberikan pemberian artti atau makna tersebut biasaanya ditulis kecil-kecil dalam huruf pegon dibawah kata atau kalimat arabnya.
Dalam hal ini kalau dilingkungan pondok pesantren di jawa menyebnya dengan istilah “maknani/mengesahi” yang telah mempunyai cara atau system yang khas jawa dengan menggunakan kode tertentu sesuai kedudukan kata dalam kalimat ( kalimat dan jumlah).
Adapun kode-kode yang mereka gunakan sebagaimana dibawah ini :
No Bacaan Kode Kedudukan Kata Dalam Kalimat
1 اتوي م ه مُبْتَدَأْ Pokok kalimat
2 ايكو خ خَبَرَ Predikat/keterangan
3 سفا افا ف فَا عِلٌ Pelaku
4 اع مف مَفْعُوْلْ بِهِ Penderita
5 كرنا لا مَفْعُوْلٌ sebab
6 اغِدا لم ظ ظَرْفٌ Tempat
7 شرط ط ظَرْفٌ Bersamaan
8 كع ص ن صِفَةٌ Sifat
9 افا ني تم تَمْيِيْزٌ Ketrangan sifat
10 حا لى حا حَا لْ Sifat perlaku
11 كلاوان مط مَفْعُوْلْ
مُطْلَقٌ dengan

Itulah diantara kode-kode yang digunakan dikalangan pondok pesantren dan memang masih ada juga metode-metode yang lain seperti Muhadloroh, Majlis Ta’lim dan lain-lain.

C. Peranan Pembelajaran Ilmu Nahwu terhadap Kemapuan Baca Kitab Gundul
Dalam pembahasan dimuka telah dijelaskan tentang pengertian ilmu nahwu shorof bahwa ilmu nahwu ialah :
Ilmu yang membahas tentang qoidah-qoidah / tata bahasa arab yang benar dan mengerti kalimat –kalimat bahasa arab yang kita baca atau yang kita dengar.
Sebaliknya tanpa mengetahui ilmu nahwu tidak mungkin mengerti maksud dan tujuan kalimat bahasa arab dan tidak dapat pula menyusun kalimat bahasa arab yang benar, ilmu ini mengandung bab-bab dan fasal-fasal yang sangat banyak sekali jumlahnya yang tidak dapat dipelajari kalau hanya dengan waktu singkat, kalian mempelajari ilmu nahwu kian luas pemahamannya .
Adapun pengertian ilmu nahwu shorof adalah : ilmu yang membahas hukum-hukum bentuk kalimat bahasa arab dan hal-hal yang berkaitan dengan huruf-hurufnya seperti asalnya, ziyadahnya mu’talnya dan yang serupa . Bahasan dalam buku yang sama disebutkan perumpamaan ilmu nahwu dan shorof sebagai berikut :
اِعْلَمْ اَنَّ الصَّرْفَ اُمُّ الْعُلُوْمُ وَ النَّحْوُ اَبُوْهَا
Artinya : ketahuilah sesungguhnya shorof itu induk segala ilmu dan nahwu adalah bapaknya .
Ilmu shorof dikatakan induk segala ilmu sebab ilmu inilah yang dapat melahirkan semua bentuk kalimat, sedangkan kalimat-kalimat itu adalah induk segala ilmu.
Adapun ilmu nahwu dikatakan sebagai bapaknya karena ilmu nahwu ini yang membesarkan susunan kalimat sebagaimana dalam penjelasan sub bab terdahulu.
Dari pendapat tersebut jelas bila seseorang ingin mengajarkan kitab-kitab gundul maka mereka harus pandai didalam menguasai ilmu nahwu dan shorof tersebut, sudah barang tentu kita bisamengajar harus dituntut bisamembaca lebih dahulu, memang pada dasarnya membaca adalah kegiatan bac yang dilakukan seseorang untuk menangkap makna dari suatu bacaan yang dipaparkan oleh pengajar lewat media tulisnya.
Dalam buku program akta V masalah membaca dijelaskan bahwa “ cara kritis kreatif yang dilakukan denagn jalan/tujuan memperoleh pemahaman yang bersifat menyeluruh tentang keadan itu, dan penelitian terhadap nilai, fungsi dan dampak bacaan ini .
Dengan demikian yang dimaksud dengan kemampuan baca kitab gundul adalah proses pengalaman bacaan kritis serta kreatif yang dilakukan dengan tujuan memperoleh kepahaman yang bersifat menyeluruh tentang bacaan itu penilaian terhadap nilai, fungsi dan dampak bacaan yang terdapat dalam kitab gundul.
Kitab gundul adalah sulit dibaca sebab untuk bisamembaca kitab gundul dibutuhkan syarat-syarat tertentu diantaranya adalah harus bisa/menguasai ilmu nahwu shorof karena tanpa mempelajari ilmu tersebut maka tidak mungkin mereka bisamembaca kitab gundul yang tanpa tanda syakal dengan baik dan benar.
Penguasaan ilmu shorof merupakan modal dasar bagi siapa saja untuk memahami isi bacaan kitab gundul, karena tanpa ilmu shorof tidak akan bisa sesorang itu mengerti dan menguasai ilmu shorof berarti mereka kaya terhadap perbendaharaan kata arab mengenai hal ini S. Wajawasito, dkk mengatakan sebagai berikut:
Salah satu faktor yang penting mengeerti isi bacaan adalah memiliki kosa kata cukup kekurangan pemngetahuan akan arti akan dapat sangat mengganggu atau menghambat setiap situasi membaca efisien .
Dari beberapa uraian diatas maka jelas bahwa tanpa mendalami atau menguasai ilmu nahwu shorof maka akan salah baca dapat juga menimbulkan salah arti salah satu contoh:
عَنْ جَابِرٍبْنِ سَمُرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّم لا ن يُؤّّدِبَ الرَّجُلُ وَلَدَهَ خَيْرٌ لَهُ مِنْ اَنْ يَتَصَدَّ قَ بِصَا عٍ ( روا ه الترمذى )

Didalam hadits tersebut diatas terdapat lafadz الرَّجُلُ apabila huruf ro’ (ر) nya dibaca kasroh (رَجُلٌ) maka artinya kaki sedangkan yang dimaksud diatas adalah seorang laki-laki.
Dari contoh : اِنَّ رَحْمَةَ اللهِ قَرِيْبٌ lafadz قَرِيْبٌ mestinya قَرِيْبَةٌ karena lafadz الله sebagai mudhof ilaih bila mempengaruhi mudhofnya dengan syarat bila mudhof tersebut dibuang maka masih tetap dipahami

















BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang metodologi penelitian yang meliputi : Metode Penelitian, Penentuan Populasi dan Sampel, Metode Pengumpulan dan Analisa Data.
A. Metode Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah yang sudah penulis jelaskan dalam bab pendahuluan maka untuk memudahkan didalam penelitian ditentukan variable sebagai berikut:
1. Dependent Variabel (variable terikat)
Kemampuan baca kitab Gundul
2. Independent (variable bebas)
Pembelajaran ilmu nahwu shorof
B. Penentuan Populasi dan Sampel
1. Penentuan Populasi
Dalam suatu penelitian tentu seorang peneliti akan menghadapi masalah populasi dan sampel. Populasi berarti keseluruhan individu yang ada yang mungkin ada yang merupakan sasaran sesungguhnya dalam penelitian.Bertolak dari rumusan diatas maka yang menjadi populasi adalah seluruh santri yang berada di Pondok Pesantren Al Mizan Lamongan mulai dari kelas X sampai dengan kelas XII Madrasah Aliyah Muhammadiyah 9 Lamongan yang siswanya berjumlah 153 santri. Dalam hubungan ini seorang peneliti akan dapat mengambil seluruh populasi bilamana dirasakan fleksibel akan tetapi tidak selamanya usaha penelitian dapat mengambil seluruhnya untuk diteliti. Sebab memang terdapat populasi yang terbatas, kemudian mengingat keterbatasan tenaga, biaya dan waktu maka dalam suatu penelitian dikenal suatu sampel. Penarikan atau pengambilan sampel itu adalah untuk memperoleh keterangan tentang obyek penelitian dengan jalan mengamati sebagian dari populasi yang diianggap mewakili secara representive terhadap populasi.
2. Penentuan Sampel
Adapun sebagai sampelnya sebanyak 75 ( tujuh puluh lima) siswa kelas X sebanyak 25 (dua puluh lima ) siswa, kelas XI sebanyak 25 (dua puluh lima ) siswa, dan kelas XII sebanyak 25 (dua puluh lima ), mengenai cara pengambilan sampel penulis menggunakan sebagimana yang lazim dipakai dalam penelitian adapun banyak kecilnya sampel penulis berlandaskan pendapat Dr. Winarno Surahmad : “ Statefed Random Sampling/secara undian maksudnya pengambilan sampel tanpa pandang bulu .
C. Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan , penulis menggunakan 4 (empat) macam metode yaitu: Metode Observasi, Metode Angket, Metode Interviw dan Metode Dokumenter.
1. Netode Observasi
Metode observasi adalah metode untuk mempelajari kewajiban dengan sengaja mengamati secara langsung, teliti dan sistematis .
Dengan metode ini penulis langsung mengamati dari dekat tentang kenyataan-kenyataan yang ada dalam obyek penelitian dengan disertai pencatatan –pencatatan secara sistematis.
Adapun penggunaan metode ini adalah untuk memperoleh data tentang:
a) Keadaan obyek penetian
b) Keadaan alat fisik (sarana) yang digunakan dalam proses kegiatan belajar mengajar
2. Metode Angket
Metode ini adalah metode yang berdasarkan dari laporan tentang diri sendiri atau setidak-tidaknya pada pengetaahuan dan atau pada keyakinan diri pribadi . Adapun pelaksanaan adalah dengan cara penyebaran daftar pertanyaan –pertanyaan untuk dijawab oleh responden dengan memilih jawaban yang tersedia atau yang diisi oleh responden sendiri kemudian dikembalikan pada penulis.
Sebelum penulis menggunakan metode ini dalam penulisan adalah:
a) Dalam waktu yang relative singkat dan tenaga yang sedikit, angket dapat disebarkan dengan serentak sehingga lebih banyak responden itu yang terselidiki.
b) Lebih menjamin keseragaman dalam rumusan kata-kata isi maupun tentang pertanyaan, karena angket telah tersusun secara sistematis sehingga penulis mempermudah dalam penganalisaan yang dapat diperoleh.
c) Karena responden tidak harus berhadapan langsung maka pengaruh psikologis yang akan mempengaruhi obyektifitas jawaban dapat diperkecil.
Untuk mengetahui kelemahan-kelemahan yang ada atau yang mungkin terjadi pada penulis menggunakan beberapa cara antara lain:
a) Setiap pertanyaan dari angket itu disediakan ruang kosong.
b) Pertanyaan dari angket ini digunakan istilah-istilah yang popular, yang mudah difahami disusun dengan bahasa yang sederhama mungkin, serta dicantumkan beberapa petunjuk cara mengisi.
c) Disamping ini penulis juga menggunakan metode lain seperti: interview, observasi, documenter, hal ini sebagai pelengkap dan pengontrol terhadap angket tersebut.
Metode angket ini penulis gunakan untuk memperoleh data-data yang berhubungan dengan :
a) Pelaksanaan kegiatan ilmu nahwu shorof
b) Kemampuan pendidik dalam menyampaikan pelajaran nahwu shorof .
c) Kemampuan santri dalam membaca kitab gundul.
d) Penguasaan santri terhadap pelajaran ilmu nahwu shorof
3. Metode Interviw
Metode interview adalah metode pengumpulan data dengan Tanya jawab sepihak dengan dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan pada tujuan pendidikan .
Adapun penulis menggunakan metode interview ini didalam penelitian mempunyai alas an:
a) Interview dapat penulis lakukan sambil menyebarkan angket
b) Interview dapat digunakan untuk memperoleh informasi dari responden tentang masalah-masalah yang mereka alami.
c) Interview merupakan alat yang paling penting untuk menilai kelemahan maupun kelebihan pribadi responden untuk mengetahui kelemahan0kelemahan yang mungkin terjadi maka penulis menggunakan cara-cara sebagai berikut:
1. interview dapat penulis lakukan sambil menyebarkan angket.
2. interview dapat digunakan untuk memperoleh informasi dari responden tentang masalah-masalah yang mereka alami.
3. interview merupakan alat yang paling penting untuk mengetahui kelemahan-kelemahan yang mungkin terjadi maka penulis menggunakan cara-cara sebagai berikut:
a) mengadakan hubungan yang baik pada responden.
b) Memilih waktu yang tepat sehingga interview ini dapat dilakukan dengan ssuasana senang.
c) Pertanyaan –pertanyaan sudah tersusun secara sistematis dengan mengunakan bahasa yang sederhama mudah difahami serta sopan.
Sedangkan jenis interview ini ada tiga macam yaitu:
1. interview tak terpimpin
2. Intreview terpimpin
3. Interview bebas terpimpin .
Adapun interview yang penulis gunakan adalah jenis yang ketiga yaitu interview bebas terpimpin karena dengan jenis ini kekakuan akan dihindari.
Sebab dilakukan Tanya jawab bebas dan baru kemudian penulis mengarahkan persoalan-persoalan pokok yang sudah disiapkan dalam interview.
Metode ini penulis gunakan untuk mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan:
a) Latar belakang obyek termasuk sejarah berdirinya Pondok Pesantren Al Mizan Lamongan.
b) Pelaksanaan kegiatan ilmu nahwu shorof.
c) Keberadaan guru dan santri Pondok Pesantren Al Mizan Lamongan dan hal-hal yang lain yang dianggap perlu.

4. Metode Dokumenter
Metode documenter yaitu metode pengumpulan data dengan cara mengambil keterangan secara tertulis dari tempat penelitian sebagai data .
Metode ini penulis gunakan terutama untuk memperoleh data tentang:
a) Tata tertib yang berlaku di Pondok Pesanttren Al Mizan Lamongan.
b) Jumlah santri atau keadaan santri.
c) Sarana-sarana yang berlaku pada pelaksanaan pengajaran khususnya pembelajaran ilmu nahwu shorof.
ANGKET UNTUK SISWA
A. Berilah tanda silang (X) pada jawaban :a, b atau c yang kamu anggap benar.
B. Bila ada pemerintah yang lebih maka kerjakan sesuai dengan perintah
C. Isilah atau lengkapilah kalimat yang belum sempurna

1. Minat santri terhadap pelajaran ilmu nahwu shorof
a) senang sekali
b) sama dengan pelajaran ini
c) kurang senang
2. Bagaimana saudara kalau krtinggalan pelajaran hari-hari yang lalu?
a) Mencatat atau meniru milik teman
b) Kadang-kadang meniru, kadang-kadang tidak
c) Saya biarkan bohong
3. Bagaimana kalau ada tugas hfalan atu yang lain?
a) Selalu saya kerjakan
b) Kadang-kadang saya kerjakan
c) Tidak pernah saya kerjakan
4. Apakah saudara bila selesai diterapkan pelajaran ilmu nahwu
atau shorof di ulang lagi di Pondok atau dirumah?
a) Ya selalu saya telaah
b) Kalau ada kesempatan
c) Cukup disekolahan saja
5. Apakah ada kalimat yang sulit difahami maka……….
a) Selalu saya tanyakan
b) Kadang saya tanyakan
c) Saya biarkan karena kesulitan
II. Kemampuan santri dalam menguasai ilmu nahwu shorof
1. Tandanya kalimat isim adalah?
a. Alif, lam, tanwin, patut di jerkan
b. Fathah, wawu, alif, nun
c. Tanwin, kemasukan huruf liat, dapat dimasuki huruf jer
2. Manakah yang benar sesuai dengan I’rob rofa’?
a. Fathah, yak, kasroh
b. Dhommah, wawu, alif, nun
c. Tanwin, alif dan lam, patut dijerkan
3. Manakah yang termasuk ikhwatnya KAANA (كا ن)
a. Shoro, laisa, asbaha, amsa
b. Inna, laita, la’alla
c. Jalaa, alima, wajada, khasiba
4. Apakah tugasnya KAAna ( كا ن) ?
a. Merafa’kan mubtada’ menjadi isimnya
b. Menasahobkan mubtada’ menjadi isimnya
c. Menasabkan muibtada’ dan khobar menjadi maf’ul
5. Bagaimana hukumnya fi’il mudhori’
a. Marfu’
b. Manshub
c. Majrur

III. Tantang kemampuan guru dalam menyampaikan pelajaran ilmu nahwu shorof
1. Bagaimana ilmu nahwu shorof dalam memberikan pelajaran pada saudara?
a) Sangat jelas dan baik
b) Kurang jelas dan kurng berminat
c) Agak sulit diterima
2. Bila ada yang kurang jelas apakah diberi waktu untuk bertanya.
a) Diberi waktu seluas mungkin
b) Diberi waktu tanpa terbatas
c) Tidak ada waktu untuk tanya
3. Bagaimana saudara disuruh membuat atau menjawab pertanyaan?
a) Senang dan selalu biasa
b) Mengerjakan menurut kemampuan
c) Takut karena khawatir salah
4. Dan bagaimana dalam menyampaikan pelajaran ilmu nahwu shorof?
a) Jelas dan mudah diterima
b) Materi yang disampaikan urut
c) Kurang jelas materinya tidak urut
5. Bagaimana kalau mengajar nahwu shorof disuasana kelas saudara?
a) Selalu memperhatikan semua
b) Ada kurang memperhatikan
c) Ada yang tidak memperhatikan



BAB IV
PENYAJIAN DAN ANALISA DATA
A. Penyajian Data
1. Gambaran Umum Pondok Pesantren Al Mizan Muhammadiyah Lamongan
a) Keadaan Geografis Pondok Pesantren Al – Mizan Lamongan
Pondok pesantren Al-Mizan terletak disebelah timur kota Lamongan ± berjarak dua kilometer dari pusat kota. Tepatnya berada didesa Banjarmendalan kec. Lamongan dan berbatasan dengan kecamatan Deket kabupaten Lamongan. Dan Pondok Pesantren Al-Mizan berada dilingkungan masyarakat yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai pegawai negeri sipil (PNS) dan sebagian lainnya berprofesi sebagai petani.
b) Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Al – Mizan Lamongan
Pondok Pesantren Al – Mizan asal mulanya adalah Panti Asuhan Muhammadiyah Cabang Lamongan. Panti Asuhan Muhammadiyah Cabang Lamongan, didirikan pada tanggal 17 Agustus 1985, tepatnya di Desa Banjar Mendalan Kecamatan / Kabupaten Lamongan atau lebih dikenal dengan alamat Jl. Sudirman No.1 (utara monumen Kadet Soewoko) Lamongan Jawa Timur.
Panti Asuhan Muhammadiyah ini pada awalnya dirintis dan didirikan oleh Drs. HM. Syukron (alm) yang kemudian didukung oleh Pimpinan Cabang Muhammadiyah dan Aisyiyah Cabang Lamongan serta para tokoh / sesepuh Muhammadiyah Lamongan. Beliau [Drs. HM. Syukron] adalah seorang mantan aktifis HMI (Komisaris UII Surakarta) dimasa ketua umumnya bapak H. Miftah Farid (sekarang ketua MUI Bandung-Jabar) dan Drs. HM. Syukron sebagai sekretarisnya pada tahun 1966 – 1970-an. Setelah tamat dari kuliahnya dan kembali ke Lamongan, Beliau memulai karir perjuangannya menjadi kepala PGAA Lamongan (1976-1979) yang sekarang Aliyah Pembangunan, Dosen/Dekan UNSURI Lamongan (1979-1982), Pengurus Pembina Balai Kesehatan Islam Muhammadiyah (1982-1984), dan tahun 1983 menerima amanat dari Bpk RH. Moeljadi untuk membangun masjid At Taqwa (Dapur-Sidokumpul), sekaligus menjadi ketua Takmirnya hingga tahun 2005 dan meninggal dunia pada tanggal 24 Maret 2005 dengan meninggalkan seorang istri dan 6 orang anak.
Dimasjid At-Taqwa itulah beliau mulai menelorkan ide-idenya yang cemerlang yaitu menginginkan adanya pengkaderan dengan sistem pondok pesantren dikalangan persyarikatan Muhammadiyah khususnya di Lamongan Kota, karena pada saat itu (sekitar tahun ‘80an) di kota Lamongan untuk mencari seorang menjadi Ketua Cabang Muhammadiyah sangat sulit sekali. Dan di masjid At-Taqwa inilah beliau (HM. Syukron) mendirikan Madrasah Aliyah Muhammadiyah (1985) dam MTs. Muhammadiyah (1986) yang diharapkan kelak menjadi tempat pengkaderan bagi anak-anak khususnya dari kalangan Muhammadiyah dan umumnya umat Islam, baik sebagai kader Ulama’, kader Pemimpin ataupun Kader Muballigh. Murid-murid tersebut merupakan cikal bakal dari anak asuh Panti Asuhan Muhammadiyah Cabang Lamongan, dimana murid-murid tersebut berasal dari keluarga kurang mampu yang sebagian besar dititipkan di para Aghniya’ yang lazim disebut Asuhan Keluarga. Walaupun Beliau dari keluarga Nahdhiyin, namun setelah berguru di UII Surakarta dan HMI, rupanya pola pikir dan langkah perjuangannya telah mengalami perubahan yang rasional dan modern. Apalagi setelah diambil Menantu oleh ketua PCM di Klaten-Solo (Bpk H. Mudzakir tahun 1970), yang membawa dampak dan inspirasi tersendiri untuk berfikir dan berjuang di lingkungan persyarikatan Muhammadiyah.
Murid-murid yang ada di MA dan MTs. Tersebut selain sekolah juga dibina di Asrama Pelajar Al-Khoiriyah mengenai pendalaman ilmu-ilmu agama sehingga lebih cepat proses kaderisasi, namun usaha pembinaan tersebut seringkali mengalami kendala-kendala yang sangat berarti misalnya sering tidak tepatnya waktu atau tidak hadir dari anak-anak asuhan keluarga tersebut, disaat pelaksanaan pembinaan di asrama. Kebanyakan mereka mempunyai alasan dengan banyaknya tugas rumah yang harus diselesaikan. Hal inilah yang menggugah semangat Drs. HM. Syukron untuk berfikir “Jika anak-anak asuhan keluarga ini ditempatkan dalam asrama, dalam arti makan, tidur dan sekolah serta pembinaan agama juga dilaksanakan di asrama, maka alangkah lebih efektifnya proses kaderisasi ini terjadi”. Pikiran dan angan-angan ini selalu menghantui setiap hari bagaimana punya lahan dan nanti akan dibangun sebuah asrama, dan Alhamdulillah dengan bimbingan dan izin Allah SWT ada seorang Aghniya’ H. Ishom Al Churri, BBA. menyerahkan tanah wakafnya 10 x 30 M. kepada Muhammadiyah lewat Drs. Kin supaya dibangun Musholla. Dari modal tanah tersebut lalu dilakukan penyerahan tanah wakaf secara resmi kepada Cabang Muhammadiyah Lamongan pada tangggal 15 Juli 1985 dan diterima oleh ketua Cabang Muhammadiyah Bpk. KH. Khozin Jalik yang disaksikan oleh bapak Bakri selaku kepala kelurahan Banjar Mendalan. Tanpa basa-basi beliau Bpk. Drs. HM. Syukron mengusulkan supaya tanah tersebut tidak hanya dibangun musholla tetapi sekaligus asrama Panti Asuhan. Selanjutnya langsung dimulai pembangunan atau peletakan batu pertama tanggal 17 Agustus 1985. Dengan semangat yang membara, sehari-hari beliau berfikir keras pagi, sore dan malam, Alhamdulillah pembangunan tahap awal dalam tempo 6 bulan dapat diselesaikan (yang sekarang telah tampak bangunan kokoh lantai I asrama dan lantai II masjid Al-Mizan).
Bagaikan gayung bersambut setelah pembangunan tahap awal selesai disusul Bpk. H. Usman Dimyati (pemilik Hotel Mahkota) menyerahkan tanah wakf 20 x 30 M. ke Bpk. Drs. HM. Syukron yang akhirnya oleh beliau dibangunlah gedung MTs./MA Muhammadiyah Lamongan. Dengan demikian Mts./MA yang semula ada di Masjid At-Taqwa (Dapur-Sidokumpul) di pindahkan dalam satu komplek di Panti Asuhan. Berikutnya Bpk. H. Syamsuri juga memberikan tanah wakaf 10 X 30 M2. Bpk. H. Jhoni (lahan untuk kebun Jati) serta Bpk. H. Sanusi (alm), Bpk. H. A. Afandy (alm), Bpk. H. Farkhan, Ibu Hj. Siti Musyarofah, Ibu Hj. Roudhotul Jannah yang memberikan bantuan material dan pemikiran yang cukup besar disampikan terimakasih, semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda. Amiin….!.
c) Struktur Organisasi Pengasuh Panti Asuhan Cabang Lamongan
Pengurus Panti Asuhan Muhammadiyah Cabang Lamongan, ditunjuk oleh Pimpinan Cabang Muhammadiyah Lamongan dengan masa bakti 3 (tiga) tahun sekali. Dan hingga kini telah berganti 8 kepemimpinan antara lain :
• Periode pertama tahun 1985-1987
Ketua; Drs. HM. Syukron, bendahara; H. Fadelan Taslim, Sekretaris; Sukadi, BA
• Periode kedua tahun 1988-1990
Ketua; Drs. HM. Syukron, bendahara; H. As’ad Hasan, Sekretaris; Sukadi, BA.
• Periode ketiga tahun 1991-1993
Ketua; Drs. HM. Syukron, bendahara; Yasak Hasan, Sekretaris; Sukadi, BA.
• Periode keempat tahun 1994-1996
Ketua; Drs. HM. Syukron, bendahara; Yasak Hasan, Sekretaris; Sukadi, BA.
• Periode kelima tahun 1997-1999
Ketua; H. Moeljono Taufiq, bendahara; H. Kasiran, Sekretaris; Sukadi, BA.
• Periode keenam tahun 2000-2002
Ketua; HD. Sumber Anto, bendahara; H. Kasiran , Sekretaris; Drs. Abd. Hayat
• Periode ketujuh tahun 2003-2005
Ketua; KH. Abd. Fatah , bendahara; H. Sukrim Sholeh , Sekretaris; Drs. Nur Roqib
• Periode kedelapan tahun 2006-2008
Ketua; KH. Abd. Fatah , bendahara; Drs. Luqman Hakim , Sekretaris; Drs. Nur Roqib
d) Struktur Organisasi Pengasuh Pondok Pesantren Al Mizan Lamongan
Pengasuh / Pembina / staf sebagai teknis di lapangan, ditunjuk oleh pengurus untuk melaksanakan program-program yang telah disusun oleh Pengurus, yang selama 24 jam berada di Asrama Panti Asuhan sekaligus sebagai pengganti orang tua. Saat ini tenaga pengasuh atau Pembina yang dimiliki oleh Panti Asuhan Muhammadiyah Cabang Lamongan berjumlah 25 orang Pembina, 15 karyawan dan ditambah 3 orang juru masak
Dan rata-rata mereka adalah 99% dari alumni Panti Asuhan Muhammadiyah Cabang Lamongan, yang Karena dia berprestasi di saat mereka masih duduk di MTs.M yang akhirnya di kader / dikirim oleh pengurus ke berbagai Pondok Pesantren / perguruan tinggi ternama antara lain; ke Pondok Gontor Ponorogo sebanyak 2 orang, Pondok Gontor Putri Mantingan 2 orang, ke Pondok Al Mukmin Ngruki Solo 3 orang, ke Ma’had Ali Manarul Islam Bangil 2 orang, PUTM Jogja 1 orang, ke Universitas Muhammadiyah Surakarta 1 orang, ke Universitas Muhammadiyah Jogyakarta 1 orang, UIN Jogyakarta 1 orang, PGTKI Bina Insan Mulya 1 orang, ke Al Azhar Mesir 1 orang dan sebagainya. Dan dari mereka semua sudah 98 % lulus atau telah selesai menempuh pendidikan sampai S-1, dan saat ini telah mengabdikan diri di Pesantren Al Mizan Lamongan.
Sebelumnya anak-anak tersebut / yang di kader ke berbagai tempat selesai masa pendidikannya, PA Muhammadiyah Cabang Lamongan, memang sering kali kesulitan dalam pengasuhan dan pembinaan anak asuh. Kesulitan yang paling menonjol adalah mencari pengasuh yang bisa menetap selama 24 jam di pesantren. Dari bapak-bapak pengasuh atau Pembina yang ada pada saat itu sering kali pindah tugas atau dinas diluar Kabupaten Lamongan. Sehingga harus mencarikan penggantinya dan seterusnya
Namun setelah setelah anak-anak tersebut selesai dalam masa pendidikannya ke luar pesantren maka kesulitan itu tidak ada lagi. Sehingga pada saat itu pernah berganti-ganti pengasuh antara lain:
1. Pengasuh yang pertama Bpk. Mulyono Hidayat dan Istri (seorang Pegawai Negeri Kepala KUA di Lamongan)
2. Pengasuh yang kedua Bpk. KH. Khozin Jalik dan Istri (mantan Kepala KUA di Lamongan)
3. Pengasuh yang ketiga Drs. Syuhadak (sekarang KUA di Probolinggo)
4. Pengasuh yang keempat Bpk. Drs. M. Thohir dan Istri (seorang guru SMAN di Lamongan dan sekarang pindah di SMAN Kertosono)
5. Pengasuh yang kelima Bpk. Drs. Pamuji Santosa dan Istri (seorang guru SMA di Lamongan)
6. Pengasuh keenam Ibu Dra. Ummu Marhamah dan Ibu Dra. Sati Surya Ningsih (guru SMPN di Lamongan)
7. Pengasuh ketujuh KH. Habib Syafi’i, Lc. (Da’i DDI-Jatim)
8. Pengasuh ke delapan sampai sekarang Dewan Asatdizah (Mereka adalah kader-kader Panti yang dulu di kader dibeberapa Pondok Pesantren terkemuka di Indonesia, seperti Pondok Pesantren Islam Al Mukmin Ngruki Surakarta, Pondok Pesantren Darus Salam Gontor Ponorogo, Pondok Pesantren Manarul Islam Bangil Pasuruan, PUTM (Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah) Yogyakarta, Kulliyatul Mu’allimat Yogyakarta, dan lain-lain.



Madrasah Aliyah Muhammadiyah 9 Lamongan yang bernaung dibawah Naungan Pondok Pesantren Al Mizan Muhammadiyah Lamongan mempunyai guru-guru dari berbagai perguruan negeri maupun swasta yang minimal jenjang pendidikannya adalah S1 dan banyak juga yang para guru tersebut lulusan S2, agar lebih jelas tentang keadaan guru di Madrasah Aliyah Muhammadiyah 9 Lamongan sebagaimana tabel berikut:
TABEL I
KEADAAN GURU MADRASAH ALIYAH MUHAMMADIYAH 9
PONPES AL MIZAN LAMONGAN
NO NAMA JABATAN PENGALAMAN MENGAJAR
1. Ust. Drs. Mushlich, M.Ag Kepala Madrasah 2006
2. Ust. Mujianto, M.Pd.I Waka kesiswaan 2002
3. Ust. A. Fanani, M.Pd.I Wali Kelas X A 2004
4. Ust. Suwito, M.Pd.I Wali kelas X B 2004
5. Ust. M. Mubin Wali Kelas XI IPA 2002
6. Ust. M Sholeh, S.Pd Wali Kelas XI IPS 1999
7. Ust. A. Zakki, S.Sy Wali Kelas XII IPS 2002
8. Ust. Alimin Aziz, S.Pd MM Wali kelas IPA 2007
9. Drs. Syamsuri Guru PKN 1999
10. Drs. Nurroqib Guru Bhs Inggris 2000
11. Drs. Adi Sucipto Jaiz Guru Penjaskes 1999
12. Drs. Suhharto Guru Matematika 2003
13. M. Hasyim , S.Ag Guru Penjaskes 2004
14. Drs. Sujoko Pranoto Guru MTK 2006
15. Afif, S.Pd Guru Penjaskes 2009
16. Arifiyan, S.Pd M.Pd Guru sosiologi 1989
17. Mei Runa Eka Wati, S.Pd Guru BIN 2002
18. Dra. Asyiah Guru Ekonomi 1989
19. Fifin Fauziah Guru Kimia 2009
20. Atik Al Hamidah, S.Pd Guru Biologi 2010
21. Siti Mufarochah, S.Pd Guru B Ing 2010
22. Siti fauzah, S.Th.I Guru IT 2006
23. Zazar trias W, ST Tata Usaha 2006
24. Zusi Purwati, SE Bendahara/TU 1998

Santri pondok pesantren Al Mizan Muhammadiyah lamongan berjumlah kurang lebih sebanyak 400 santriwan/santriwati. Santri sebanyak itu ditempatkan dalam 15 asrama ( 5 asrama santri putra dan 10 asrama santri putri). Santri sebanyak itu tidak hanya berasal dari sekitar pesantren saja, tetapi juga berasal dari daerah-daerah lain yang cukup jauh antara laian ada yang dari Bangkalan Madura, Wonogiri Jawa Tengah, Bali, Ternate dan daerah jauh lainnya. Ini menandakan bahwa pondok pesantren AL Mizan Lamongan dengan tipoli salafnya dan dengan system dan metodoli yang diterapkannya benar-benar diterima oleh masyarakat.

TABEL II
JUMLAH KEADAAN SISWA MADRASAH ALIYAH
MUHAMMADIYAH 9
PONDOK PESANTREN AL MIZAN LAMONGAN
MENURUT KELAS MASING-MASING
Tahun Ajaran 1431-1432 H / 2010-2011 M
No Kelas Bagian Jumlah
1. Kelas X A 32
2. Kelas X B 33
3. Kelas XI IPA 20
4. Kelas XI IPS 23
5. Kelas XII IPA 29
6. Kelas XII IPS 26

2. Pelaksanaan Pembelajaran Ilmu Nahwu shorof
a) Pelaksanaan Pembelajaran Ilmu Nahwu Shorof
Untuk mendapatkan gambaran tentang pelaksanaan pengajaran ilmu nahwu shorof di pondok pesantren Al Mizan Lamongan, maka berikut ini penulkis kemukakan tentang pelaksanaannya, bahwa pondok pesantren Al Mizan lamongan dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar melalui dua cara : klasikal dan secara bandongan (umum), namun yang menjadi penelitian penulis sebagaimana yang penulis sebutkan adalah yang ada di Madrasah Aliyah Muhammadiyah 9 Lamongan atau secara klasikal.
Dalam melaksanakan belajar mengajar di madrasah Aliyah Muhammadiyah 9 Lamongan ini materi diberikan memang berbeda, hal ini disesuaikan dengan kurikulum yang dibuat oleh Madrasah Aliyah Muhammadiyah 9 Pondok pesantren Al Mizan Lamongan.
Adapun macam-macam pelajaran sebagai berikut:
1. Ilmu Nahwu 6. I’lal
2. Ilmu Shorof 7. Tajwid
3. Fiqih 8. Tarikh
4. Akhlaq 9. Balaghoh
5. Tauhid 10. Bahasa Arab

Susunan materi pelajaran seperti telah digambarkan diatas, itu adalah merupakan gambaran lingkungan program pendidikan di madrasah aliyah muhammadiyah 9 pondok pesantren lamongan, keseluruhan program tersebut diwujudkan dalam bentuk kerangka susunan yang disebut ” Struktur kurikulum atau Program Pembelajaran:.
Adapun pelaksanaannya diwujudkan dalam daftar pelajaran yang secara teratur diikuti dalam merencanakan setiap kegiatan belajar mengajar menurut jam-jam pelajaran perminggu yang disebut dengan kegiatan yang terjadwal.
Dengan struktur program kurikulum Madrtasah Aliyah Muhammadiyah 9 Pondok pesantren Al Mizan Lamongan ini memang materi ilmu nahwu shorof menunjang serta ditunjang keberhasilannya dengan pelajaran-pelajaran yang lain tadi, hal ini sangat menunjang keberhasilan ilmu nahwu shorof begitu pula sebaliknya.
Kemudian untuk lebih jelasnya tentang pelaksanaannya pengajaran ilmu nahwu shorof di Madrasah Aliyah Muhammadiyah 9 pondok pesantren Al Mizan Lamonagan ini dapat kita lihat dalam tabel beerikut ini:

TABEL III
KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR ILMU NAHWU SHOROF
DIKELAS X, XI, XII MADRASAH LAIYAH MUHAMMADIYAH 9
PONDOK PESANTREN AL MIZAN LAMONGAN
TAHUN AJARAN : 1431-1432 H / 2010-2011 M
Pelajaran Kls Hari Nama kitab Guru
Ilmu Nahwu X A Sabtu, senin & ahad متن الجرمية Ust. Ahmad Zakki S.Sy
Ilmu Shorof X A Ahad, selasa & Kamis امثلة التصرفية Ust. Suwito, M.Pd.I
Ilmu Nahwu X B Sabtu, senin & ahad متن الجرمية Ust. M Mubin, S.Pd
Ilmu Shorof X B Ahad, selasa & Kamis امثلة التصرفية Ust. M sholeh, S.Pd
Ilmu Nahwu XI IPA Sabtu, senin & ahad متن الجرمية Ust. Anggun I, S.Pd
Ilmu Shorof XI IPA Ahad, selasa & Kamis امثلة التصرفية Ust. Ahmad Zakki S.Sy
Ilmu Nahwu XI IPS Sabtu, senin & ahad متن الجرمية Ust. Suwito, M.Pd.I
Ilmu Shorof XI IPS Ahad, selasa & Kamis امثلة التصرفية Ust. M Mubin, S.Pd
Ilmu Nahwu XIII IPA Sabtu, senin & ahad متن الجرمية Ust. M sholeh, S.Pd
Ilmu Shorof XII IPA Ahad, selasa & Kamis امثلة التصرفية Ust. Anggun I, S.Pd
Ilmu Nahwu XII IPS Sabtu, senin & ahad متن الجرمية Ust. Ahmad Zakki S.Sy
Ilmu Shorof XII IPS Ahad, selasa & Kamis امثلة التصرفية Ust. Suwito, M.Pd.I
Keterangan : satu setengah jam setiam pertemuan
Sumber: Statistic Madrasah
Dari tabel tersebut kita lihat bahwa pelajaran ilmu nahwu shorof merupakan pelajaran yang utama karena kita lihat dari jam pelajaran yang diberikan kepada semua siswa tiap minggunya adalah sangat banyak sekali.
b) Metode Pembelajaran ilmu nahwu shorof di Madrasah Aliyah Muhammadiyah 9 Pondok Pesantren Al Mizan Lamongan
Metode adalah alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk mencapai tujuan pembelajaran ilmu nahwu shorof di Madrasah Aliyah Muhammadiyah 9 Pondok pesantren Al Mizan Lamongan ini telah menggunakan beberapa metode hal ini tinggal melihat keadaan siswa yang diajar.
Kebanyakan metode yang digunakan adalah metode pemberian tugas, Tanya jawab. Untuk pemberian tugas santri sering kali disuruh menghafalkan. Pertama santri disuruh/harus menghafalkan contoh-contoh tashrif yang ada.
Dalam kitab yang disebut ( امثلة التصريق) sampai benar-benar hafal. Kalau santri benar-benar sudah hafal, qiyasan itu, maka mereka baru diajarkan pelajaran berikutnya.
Adapun tashrif tersebut mencangkup qiyas lughowi damn tashrif qiyas isthilahi, sebagai contoh adalah sebagai berikut:
Dari lafadz فعل ini santri diberi contoh qiyas اصطلا حى mulai dari bentuk fi’il madly ke mudhori’ amar dan seterusnya, sebagai berikut:
فَعَلَ – يَفْعُلُ – فَعْلاً – وَمَفْعَلاً – فَهُوَ فَاعِلٌ – وَذَكَ مَفْعُوْلٌ – اُفْعُلْ – لاَ تَفْعُلْ – مَفْعَلٌ – مِفْعَلٌ

Dari masing-masing contoh tersebut, guru mengajarkan sambil memberi arti munurut perubahan pada tiap-tiao kalimat sehingga santri langsung tahu uraian bentuk kalimat serta artinya. Misalnya:
فَعَلَ fi’il madhi : sedang mengerjakan
يَفْعُلُ fi’il mudhori’ : sedang mengerjakan
فَاعِلٌ isim fa’il : orang yang mengerjakan
مَفْعُوْلٌ isim maf’ul : orang yang kejatuhan pekerjaan
اُفْعُلْ fi’il amr : menunjukkan arti perintah
مِفْعَلٌ isimzaman/makan : tempat / waktu
Selanjutnya dari lafadz فعل yang telah dirubah itu dan sekaligus perubahan makna, santri selanjutnya diperintahkan menjadikan wazan/timbangan (وزان) sedangkan lafadz yang lain yang ditimbang موزون diqiyas misalnya lafadz (ضرب) dan seterusnya.
ضَرَبَ – يَضْرِبُ – ضَرْبًا – وَمَضْرَبًا – فَهُوَ ضَارِبٌ – وَذَاكَ مَضْرُوْبٌ – اِضْرِبْ – لاَ تَضْرِبْ – مَضْرَبٌ – مِضْرَبٌ
Dan seterusnya sampai santri hafal dan faham akan arti dan maksud dalam kalimat. Hal semacam ini namanya qiyas istilahi اصطلا حى yaitu perubahan istilah menurut subyek, subyek obyek, bentuk lampau, sedang, akan serta bentu perintah.
Selanjutnya dari bentuk istilah tersebut dirubah menurut palaku (subyek) kepada yang dikenai pekerjaan (obyek) adapun kalau dipraktekkan sebagai berikut:
Murid harus hafal bentuk kata dan asal kejadiannya, misalnya bentuk mudhori’ bisadiqiyas sebagai berikut:
يَفْعُلُ مُفْرَدْ مُذَكَّرْ غَائِبٌ الضَّمِيْرُ هُوَ
يَفْعُلاَنِ تَثْنِيَةْ مَذَكَّرْ غَائِبٌ الضَّمِيْرُ هُمَا
يَفْعُلُوْنَ جَمَعْ مَذَكَرْ غَائِبٌ الضَّمِيْرُ هُمْ
تغعل مغرد مؤنّث غا ءب الضمير هي
تفعلان تثنية مؤنّث غا ءبة الضمير هما
يغعلن جمع مؤنّث غا ءبة الضمير هنّ
تغعل مفرد مذطرمخا طب الضمير انت
تفعلان تثنية مذكر مخا طب الضمير انتما
تفعلون جمع مذكر مخا طب الضمير انتم
تفعل مفرد مؤنث مخا طبة الضمير انت
تفعلان تثنية مؤنّث مخا طبة الضمير انتما
تفعلن جمع مؤنّث مخا طبة الضمير انتنّ
افعل متكلم وحده الضمير انا
نفعل متكلم مع الغير الضمير نحن
Demikian danseterusnya santri disuruh menghafal sampai bisamengqiyaskan lafadz-lafadz yang lain sesuai dengan wazannya.
Dan disamping itu santri juga diberikan suatu penjelasan tentang qoidah-qoidah I’lal yaitu perubahan kata dari aturan yang tidak sesuai dengan wazannya karena ada huruf ilat, hal semacam ini diberikan sedikit demi sedikit karena sangat sulitnya dalam memperoleh kalimat, seperti contoh:
الاعلال :
مدّاصله مدد على وزن فعل اسكنت الدّال الاولى لاجل شرط الاذغا م فصا ر مدد ثمّ اذغمت الدال الاولى فى الثّا نية للمجا نسة فصا ر مدّ صا ن اصله صون على وزن فعل عبد لت الواو الفا لتحرّ كها بعد فتحة متصلة فى كلّمتها فصا ر صا ن
Begitulah metode tentang gambaran yang digunakan dalam menyampaikan ilmu shorof, kemudian dalam menyampaiakan pelajaran nahwu mula-mula guru menyampaiakan secara terperinci , bab demi bab mulai yang paling mudah hingga yang paling rumit, sedangkan buku atau kitab yang digunakan sesuai dengan kelas yang ada, misalnya dikelas satu diberikan kitab nahwu wadhih / shorof tashrifan maka pelajaran ini disampaikan sampai khatam dan memahami, kemudian kelas berikutnya diberi kitab nahwu yang lain yang lebih tinggi misalnya “ imrithi, mutammimah, alfiyah ibn malik dan lain-lain. Namun dari semua kitab ini yang dibahas adalah sama, tetapi lingkup pembahasannya lebih meningkat dsan lebih luas.
Disamping yang disampaikan secara intensif latihan menterjemahkan kitab yang berbahasa arab sambil membiasaakan santri menerapkan pengetahuan mereka tentang qoidah-qoidah nahwu menurut tarkib yang ada, hal yang semacam ini diajarkan sesuai dengan materi pelajaran yang ada didalam kelasnya masing-masing dan didalam memahami isi kegunaan kitab mereka juga harus memperhatikan bacaan kitab-kitab tersebut dengan tata aturan yang ada dalam ilmu nahwu misalnya: rafa’. Nashob, jernya, mubtada’ khobarnya, ma’rifat nakirphnya dan lain sebagainya. Menurut qoidah-qoidah yang sudah diajarkan seperti contoh dalam kalimat :
كتب محمد الدرس - محمد يكتب الدرس
والله غفور رحيم - انّ الله غفوررحيم
Guru mengajarkan sebagai berikut:
كتب : wis nulis
محمد : sopo Muhammad
الدرس : ing pelajaran
محمد : utawi Muhammad
تكتب : iku lagi nulis
الدرس : ing pelajaran
Dengan terjemahan seperti ini santri akan tahu dan hafal lafadh-lafadh tersebut diatas, contoh:
كتب menjadi fa’il atau kata kerja yang menunjukkan arti yang telah lampau arau lewat.
محمد fa’il dibaca rofa’ sebagai pelaku , sedang guru memberi makna “sopo” dan diberi tanda (ف) sebagai symbol (فاعل) .
الدرس menjadi maf’ul bih atau sebagai objek yang dikenai pekerjaan , guru memberi makna “ing” yang dibri tanda (مف) sebagai symbol maf’ul bih (مفعل به) kemudian susunan kalimat yang semacam ini disebut jumlah fi’liyah (جملة فعلية) karena terdiri dari susunan fi’il dan fa’il.
Begitu pula jumlah ismiyah seperti contoh diatas يكتب محمد الدرس tidak cukup diterjemahkan singkat Muhammad menulis pelajaran tetapi dijelaskan dengan keududukannya dengan tanda tarkibnya setelah guru membaca akhirnya santri menulis menulis yang artinya محمد “utawi Muhammad” lafadh tersebut ditarkib menjadi mubtada’ (مبتداء) atau subyek dipermulaan kalimat sedangkan guru mengatakan utawi diberi tanda (م /ه) diatas lafadz Muhammad kenudian lafadh يكتب menjadi khobar / predikat guru membaca dengan mangatakan “iku” sedang santri menulis dengan symbol (خ) diatas lafadh يكتب dan kalimat ini mempunyai dhomir yang kembali pada mubtada’ yang disebut dengan jumlah fi’liyah . sedang lafadh الدرس guru mrmberi makna “ing” santri menulisnya dengan symbol (مف) diatas lafadh الدرس kalimat ini menjadi maf’ul bih.
Sehingga lingkupnya menjadi خبر جملة dengan demikian susunan tarkib mubtada’ khobar disebut ismiyah.
Begitu juga dengan contoh diatas
ولله غفور رحيم انّ الله غفور رحيم
Umumnya seperti contoh pertama hanya saja tarkibnya berbeda, karena kemasukan amil yang diakhiri dengan نعت atau kata sifat yaitu lafadh رحيم .
Disamping itu santri juga tidak lepas dari tugas-tugas hafalan baik mengenai qoidah maupun meng’irob atau memberi tarkib, adapun qoidah yang pertama kalki harus dihafalkan dan difahami atau qoidah/ta’rif tentang pengertian pengertian kalam karena hal ini merupakan pertama didalam mempelajari ilmu nahwu.

c) Minat Santri
Sebelum penulis sajikan data tentang minat santri dalam mengikuti ilmu nahwu shorof maka terlebih dahulu kita ketahui apakah minat itu ? Minat adalah perhatian yang mengandung unsure-unsur perasaan atau juga kesukaan, kecenderungan hati kepada sesuatu .
Suatu minat menentukan suatu sikap, keduanya tidak bisadipisahkan apabila ada minat ppasti ada sikap, inilah yang menyebabkan seseorang melakukan suatu pekerjaan atau kegiatan dengan disiplin dan aktif sebagaimana dikatakan oleh Kasmiran Woejo “ Sikap minat itu merupakan konsep yang erat hubungannya, sikap itu lebih luas yang meliputi minat. Minat adalah menentukan suatu sikap yang menyebabkan seseorang itu berbuat aktif dalam suatu lapangan pekerjaan ”
Karena minat itu suatu pekerjaan yang ada didalam hati yang tidak diketahui nyata maka yang kita lihat adalah reaksi dari minat tadi, dengan demikian kita dapat memberikan gambaran tentang minat para santri adalah sangat kuat didalam mempelajari ilmu nahwu shorof. Karena mereka berpendapat apabila bisamenguasai dan memahami ilmu nahwu shorof maka mereka adak mudah dan memahami kitab kitab yang mereka kaji, sehinga semakin luas memahami kitab-kitab yang dikenal dengan sebutan kitab gundul, sehingga semakin luas memahami ktab-kitabnya hal semacam ini terbukti dalam pembuatan/sikap bilamana ada waktu senggang baik pagi maupun sore mereka selalu ramai untuk menghafalkan bait-bait dari kitab yang mereka pelajari terutama kitab-kitab nahwu shorof baik itu jurumiyah, Imrithi maupun alfiyah ibn Malik.
Selain data dari observasi penulis juga membuat angket kepada seratus santri tentang minat santri dalam mengikuti pelajaran nahwu shorof dan hasilnya sebagai berikut:


TABEL IV
DATA HASIL ANGKET MINAT SANTRI
TERHADAP PELAJARAN ILMU NAHWU SHOROF
No Indikator Pertanyaan Alternatif
Jawaban Tabel
Jawaban Jumlah Responden
1 2 3 4 5 6 7
Minat santri terhadap pelajarn ilmu nahwu shorof Terhadap pelajaran materi ilmu nahwu shorof a. senang
b. biasaa
c. kurang senang 72
78
0 72%
28%
-


100
2 Pernahkan anda tidak mengikuti pelajaran ilmu nahwu shorof a. selalu ikut
b. pernah tidak ikut
c. sering tidak ikut
78

20

2 78%

20%

2%


100
Kalau ada tugas hafalan atau tugas lain a. selalu saya kerjakan
b. kadang 2
c. tidak pernah mengerjakan 83


17
0 83%


17%



100
Setelah diberi materi ditelaah atau tidak a. ya
b. sekedar mentelaah
c. kadang2
68
24


8 68%
24%


8%


100

B. ANANISA DATA
Beberapa masalah yang akan dianalisa yang merupakan mendiskripsikan data yang diperoleh dari hasil penelitian, untuk membuktikan hip[otesa yang penulis ajukan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan Pengajian Ilmu Nahwu Shorof
a) Kurikulum dan Alokasi Waktu
Pondok pesantren Al Mizan Muhammadiyah Lamongan dalam memberikan pelajaran ilmu nahwu shorof ini dilakukan secara klasikal dan pelaksanaan ni sudah baik bila kita lihat dari jenis-jenis kitab yang diberikan yang sudah ditentukan secara kronologis, disamping itu juga tentang jam pelajaran ilmu nahwu shorof ini juga suah cukup memadai sebagaimana dapat kita lihat dalam tabel III, pada tabel tersebut pelajaran ilmu nahwu shorof diberikan 6 (kali) dalam satu minggu dan setiap kali pertemuan mendapat 1 setengah jam sehinga selama waktu satu minggu lama waktunya 9 jam pelajaran disamping itu masih diajarkan lagi waktu musyawaroh pagi dan malam.
Pelajaran ilmu nahwu shorof di Pondok Pesantren Al Mizan Muhammadiyah lamongan ini merupakan pelajaran yang paling diutamakan, karena ilmu nahwu shorof ini merupakan kunci utama untuk memahami pelajaran yang lain terutama pelajaran yang ditulis dengan tulisan arab.
b) Metode Pengajaran Ilmu Nahwu Shorof
Dalam proses belajar mengajar faktor metode adalah sanagt penting dan sangat besar pengaruhnya. Tidak sedikit adanya guru yang kurang mendapatkan perhatian murid karena metode yang kurang tepat. Dalam kenyataan tidak ada satu metodepun yang paling sempurnma. Sebab masing-masing guru mrmpunyai kelebihan dan kekurangan atau kelemahan, oleh sebab itu perlu diupayakan agar memberi materi pelajaran yang diberikan itu digunakan, metode yang tepat atau yang se4suai dengan materinya.
Adapun proses pembelajaran ilmu nahwu shorof di Madrasah Aliyah Muhammadiyah 9 Lamongan ini yang dipakai kami anggap sudah memadai dan sudah memenuhi syarat walau masih ada sedikit yang perlu disempurnakan yang semuanya itu dilakukan demi untuk mempercepat para santri dalam memahami atau mengerti pelajaran serta kitab-kitab yang lain.
c) Kemampuan para pendidik guru ilmu nahwu shorof
Tujuh guru yang memegang bidang studi ilmu nahwu shorof di Madrasah Aliyah Muhammadiyah 9 Lamongan mempunyai latar belakang pendidikan yang cukup.
Sedangkan tentang lama pendidikan atau pengalaman mengajar bagi guru ilmu nahwu shorof dapat kita lihat dalam tabel I, dari tabel tersebut maka santri yang sudah menjadi guru ilmu nahwu di Madrasah Aliyah Muhammadiyah 9 Lamongan sudah cukup berpengalaman dalam menghadapi problem didalam kelas maupun didalam menghadapi santri maupun materi pelajaran ilmu nahwu shorof lewat pertanyaan-pertanyaan yang sudah diisi oleh para santri. Adapun hal ini dapat kita lihat jawaban pada tabel.
d) Minat santri dalam mengikuti pelajaran nahwu shorof
Minat seseorang memang menentukan keberhasilan seseorang dalam melakukan sesuatu, bila minatnya tinggi maka besar harapan untuk berhasil, maka sebaliknya bila minat itu kurang maka sulit bagi mereka untuk dapat sukses.
Apabila dilihat dari hasil penelitian yang sudah kami lakukan baik dari observasi maupun lewat angket minat santri di Pondok Pesantren Al Mizan Lamongan dalam mencari ilmu nahwu shorof adalah sangat kuat sekali atau baik sekali, hal ini dapat kita lihat dari hasil jawaban angket yang penulis sebarkan yaitu pada tabel IV.
2. Kemampuan Santri dalam Membaca Kitab Ibnu Katsir
Kemampuan satri Pondok Pesantren Al Mizan lamongan dalam membaca kitab gundul memang tidak sama karena memang sudah ada yang sudah dalam mengkaji di pondokdan ada yang baru, sehingga hal ini tidak bisakita sebutkan secara ppasti, namun kemampuan santri Pondok Pesantren Al Mizan lamongan bisakita lihat dari kriteria yang duduk di bangku kelas yang ada di Pondok Pesantren Al Mizan lamongan ini dapat kita lihat hasilnya dibelakang.
Sehingga Dario tabel itu antara kelas I., II, III juga tidak sama, karena mereka yang sudah lama mempelajari ilmu nhawu shorofnya didalam kelasnya. Dan disamping itu juga mereka yang aktif mengikuti pengajian diluar jam kelas, sehingga mereka yang mampu membaca kitab kuning ini mereka yang sudah memahami ilmu alatnya khususnya ilmu nahwu shorof.
3. Peranan Pembelajaran Ilmu Nahwu Shorof dalam Kemampuan Baca Kitab Gundul
a) Data kemampuan santri dalam membaca kitab gundul
b) Data tentang minat santri dalam mengikuti pelajaran ilmu nahwu shorof
c) Data tentang kemampuan pendidik dalam mengajar ilmu nahwu shorof
d) Data tentang penguasaan ilmu nahwu shorof

TABEL V
TENTANG KEMAMPUAN BACA KITAB GUNDUL
Kemampuan baca kiarab gundul kelas Kurang mampu Mampu/baik Jumlah
I (satu) 15 20 35
II (dua) 10 25 35
III (tiga) 3 27 50
Jumlah 28 72 100

Maka kesimpulannya adalah kemampuan santri dalam membaca kitab gundul menurut hasil angket dari responden nmenunjukkan kualitas yang baik karena lebih dari separo yang mampu, kemudian hal ini nanti akan kita lihat dengan hasil angket dari pembelajaran ilmu nahwu shorof yang meliputi tentang minat santri dalam mengikuti pelajaran ilmu nahwu shorof dan kemampuan guru dalam menyampaikan materi pelajaran.
Minat santri dalam mengikuti pelajaran nahwu shorof. Untuk data tentang keadaan minta santri dalam mengikuti pelajaran ilmu nahwu shorof , maka diajukan pertanyaan-pertanyaan kepada 100 sntri atau responden sesuai dengan daftar angket nomor 1-5 Romawi I, tiap jawaban yang menunjukkan kriteria santri yang mempunyai minat baik diberi skor 2 (dua) sedang yang menunjukkan kurang skor dari satu sehingga terendah dari 5 (lima) pertanyaan tersebut adalah 5 (lima) sedang skor tertinggi adalah 10 (sepuluh).
Dengan demikian skor tersebut dapat dikategorikan menjadi : kurang baik, 3-5, dan baik 6-10. ternyata hasil yang diperoleh sebagai berikut:

TABEL VI
MINAT SANTRI DALAM MENGIKUTI PELAJARAN
NAHWU SHOROF
Kelas Kurang Baik Jumlah
I 18 17 35
II 21 14 35
III 15 15 30
Jumlah 54 46 100


Dari tabel ini dikorelasikan dengan kemampuan santri dalam membaca kitab gundul, maka hasilnya sebagai berikut:





TABEL VII
KORELASI ANTARA MINAT SANTRI
DENGAN KEMAMPUAN BACA KITAB GUNDUL

Minat santri dalam kemampuan baca kitab gundul Kurang Baik Sedang
Baik 19 28 57
Kurang 42 11 53
Jumlah 61 39 100

Kemampuan guru dalam menyampaikan pelajaran ilmu nahwu shorof untuk memperoleh datya tent5ang kemampuan guru tau pendidik dalam menyampaikan pelajaran ilmu nahwu shorof baik cara penggunaan metode maupun penguasaan santri dalam mempelajari ilmu nahwu shorof, maka diajukan pertanyaan-pertanyaan kepada 100 siswa atau responden, hal ini sesuai dengan daftar angket No. 1-5 Romawi III kemudian setiap nomor yang menunjukkan kriteria baik diberi skor 2 (dua) sedang yang kurang baik diberi skor 1 (satu). Sehingga jumlah tertinggi adalah 10 (sepuluh) sedang sekor terendah 5 ( lima) dengan demikian skor tersebut bisadikategorikan menjadi; 5-6 kurang baik sedng 6-10 baik. Untuk itu hasil dapat dilihat dalam tabulasi sebagai berikut:





TABEL VIII
KEMAMPUAN GURU DALAM MENYAMPAIKAN
PEMBELAJARAN ILMU NAHWU SHOROF
Kelas Kurang Baik Jumlah
I 7 28 35
II 18 17 35
III 10 20 30
Jumlah 35 65 100
Kemudian tabel diatas kita korelasikan dengan kemampuan santri dalam membaca kitab gundul maka hasilnya akan terlihat dalam tabel sebagai berikut:
TABEL IX
KORELASI KEMAMPUAN GURU
DALAM MENGAJAR ILMU NAHWU SHOROF DALAM KEMAMPUAN BACA KITAB GUNDUL
Kemampuan Guru Kelas Dalam Mengajar Ilmu Nahwu Shorof Kemapuan Santri Dalam Membaca Kitab Gundul Kurang baik Baik Jumlah
B K B K
I 3 18 10 4 35
II 9 15 8 3 35
III 8 5 12 5 30
Jumlah 20 38 30 12 100

Penguasaan Pelajaran Ilmu Nahwu Shorof Santri
Untuk memperoleh data tntang penguasaan ilmu nahwu shorof, maka diajukan pertanyaan-pertanyaan kepada 100 responden sesuai dengan angket nomer 16 sampai 20 atau Romawi IV, tiap-tiap jawaban yang menunjukkan kriteria baik diberi skor 2 (dua) sedang yang kurang baik diberi skor 1 (satu), sehingga skor terendah dari seluruh pertanyaan adalah 5 (lima) dan skor tersebut dapat dikategorikan menjadi : kurang baik 1-5 sedangkan yang baik 6-10.
TABEL X
TENTANG PENGUASAAN PELAJARAN
ILMU NAHWU SHOROF
Kelas Kurang Baik Jumlah
I 16 19 35
II 12 23 35
III 6 24 30
Jumlah 34 66 100













BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari semua pembahasan-pembahasan diatas dapat penulis simpulkan sebagai berikut:
1) Ilmu nahwu shorof sebagai kunci utama untuk memahami Al Qur’an dan hadits dan membedah kitab-kitab gundul, terutama dalam mengkaji atau memahami ktab-kitab salaf juga memudahkan untuk menyusun kosa kata bahasa arab yang kesemuanya itu berkaitan dengan kedua ilmu tersebut.
2) Bahwa semakin memahami dan menguasai ilmu nahwu shorof maka semakin mampu dalam membaca kitab gundul.
3) Kitab gundul adalah kitab yang ditulis oleh para ‘Ulama atau sarjana Islam pada masa abad pertengahan atau kitab yang dicetak dengan huruf arab, berbahasa arab tanpa ada syakal.
B. Kata penutup
Alhamdulillahirobbil’alamin semoga Alloh selalu melimpahkan ridlo-Nya inayah, hidayah serta memberikan kemanfaatan pada sebuah karya kecil dari hamba yang faqir di hadapan-Nya dan semoga pula para pembaca tidak segan-segan untuk menyempurnakan demi perbaikan selanjutnya, kemudian pada akhirnya penulis ucapkan:
كفى الى هنا هذه رسا لة اذا وجدتم الا خطا ء اسأ ل ان تصححها نفعنا الله بها
امين يا ربّ العا لمين *
Penulis:
Muslimin
DAFTAR KEPUSTAKAAN
ARIKUNTO, Suharsimi Dr. 1991. Prosedur Penelitian untuk Pendekatan Praktek. Jakarta:Rinika Cipta
Anwar,Moh. 1998 Terjemah Alfiyah. Bandung: LP Al Ma’arif
Abd. Qodir, Muhamad, 1979.Thoriqotul Lughotil Arobiyah,Kahiroh:Darul Aqof
Al Andalusy, Syaih Muhammad bin Malik.1990. Terjemah Al Fiyah ibn Malik. Suarabaya :PT Al Ma’arif Pustaka Ofset
Ali Yafie, Pror. Dr. KH. Kemunduran Kitab Gundul bagi Perkembangan Hukum di Indonesia
Basyari, Imam.1998.Peranan Bahasa Arab Dalam Penggalian Hukum Islam. Jombang:Sema Tarbiyah Unisma
Drs. Ghozi Adin Jufri.2009. Nahwu Praktis Terjemah Matan Jurumiyah
Drs. Harisudin Aqib,2007,Al Fath atau Metode Cepat Belajar Tulisan Kitab Gundul
H. Taufiq Hakim,2003.Rumus Qoidah Metode Praktis Mendalami Al Qur’an dan Membaca Kitab Gundul
Mahmud Yunus, Prof. Dr. 1983. Sejarah pendidikan Islam: PT Hida Karya Agung
H.Hasan bin Ahmad.2005,kitabus Tashrif
Nasution. Ma. 1982. Dedaktik Metodik Asas-asas Mengajar.Bandung:Jammars
Nadhir, Munir.1999.I’lalus Shorfi Lil Ishthilahi wal Lughowi.Suarabaya:Sumber Ilmu
Narbuka, Cholid. 1982. Pengantar Metologi Penelitian. Semarang:IAIN Walisongo
Raharjo, M. Dawam.1984. Perhulatan Dunia Pesantren Dari Bawah. Bandung Media Pratama
Raharjo dawam,1988. Pesantren dan Pembaharuan.Jombang : LP3ES
Purwanto Ngalim,1986. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung:Remaja Karya
Winarno Surahmad, Dr.1978. Teknik Recerch Pengantar Metologi Ilmiyah. Bandung:Tarsito
Zaini, Mustofa Misbah. Ilmu Shorof Wahid.Langitan:Ponpes Assalafi.

Tidak ada komentar: